Reporter: Herlina KD | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Nasib 51 kontainer daging impor tampaknya masih menggantung. Pekan lalu Badan Karantina Kementerian Pertanian telah menolak 51 kontainer daging impor yang sejak Januari lalu tertahan di pelabuhan Tanjung Priok. Jika dalam waktu maksimal sepuluh hari kerja para pemilik daging impor ini tidak melakukan re-ekspor, maka Badan Karantina akan melakukan tindakan pemusnahan.
Seperti ditulis KONTAN sebelumnya, Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian Banun Harpini mengungkapkan pada Jumat pekan lalu, Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok telah melakukan pertemuan dengan empat perusahaan pemilik 51 kontainer daging impor ini. "Kami sedang meminta laporan dari BBKP Tanjung Priok mengenai ini," kata Banun kepada KONTAN Selasa (29/3).
Banun juga bilang, berdasarkan peraturan para pemilik 51 kontainer daging impor ini diberi waktu tiga hari untuk memindahkan barangnya dari wilayah Indonesia. Kalau pemilik memiliki kesulitan memperoleh alat angkut untuk melakukan re-ekspor, maka akan diberikan waktu paling lama tujuh hari kerja.
Asal tahu saja 51 kontainer daging sapi yang terancam akan dimusnahkan ini berisi 921 ton daging sapi beku dan jeroan. Berdasarkan sumber KONTAN di Kementerian Pertanian, 51 kontainer daging ini dimiliki oleh empat perusahaan importir daging yaitu CV Cahaya Karya Indah yang memiliki 22 kontainer, CV Surya Cemerlang Abadi sebanyak 4 kontainer, PT Berkat Mandiri Prima sebanyak 7 kontainer, PT Anzindu Gratia International sebanyak 18 kontainer.
Sayangnya, Dedi Arifin dari PT Anzindo Gratia International, salah satu importir pemilik 18 kontainer dari 51 kontainer daging impor yang ditolak oleh Badan Karantina ini menolak untuk berkomentar. "Kalau mengenai daging impor itu silakan tanya ke Aspidi (Asosiasi Pengusaha Importir Daging)," ujarnya kepada KONTAN.
Hanya saja Dedi bilang penolakan 51 kontainer daging ini akan berpengaruh pada pasar daging impor di dalam negeri. "Pengaruhnya terutama pada industri pengolahan daging, karena pasokannya bisa terganggu," jelasnya.
Ketua Umum Aspidi Thomas Sembiring mengatakan Aspidi menyayangkan sikap pemerintah yang baru memutuskan penolakan terhadap daging impor ini setelah ditahan sejak lama. Mengenai keputusan ini, Thomas mengatakan para importir tentu saja tidak akan bisa melakukan re-ekspor dalam waktu yang ditentukan. Pasalnya, "Untuk menentukan negara tujuan re ekspor dan mencari kapal pengangkut tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat," ujarnya kepada KONTAN.
Ia bilang, untuk bisa melakukan re-ekspor, importir yang bersangkutan harus mencari negara tujuan ekspor baru. Sebab, negara asal daging impor ini tentu saja tidak akan mau menerima daging ini kembali. Thomas bilang keluhan mengenai kesulitan ini sudah disampaikan para importir dalam diskusi dengan pemerintah. Tapi, "Kita serahkan keputusannya kepada pemerintah," jelasnya.
Jika melihat kondisi ini, bisa jadi opsi pemusnahan atas 51 kontainer daging ini akan menjadi langkah yang dipilih oleh pemerintah. Namun, pemusnahan daging impor ini juga tidak bisa menyelesaikan permasalahan begitu saja. Sebab, pemusnahan ini akan berdampak pada seretnya pasokan daging impor terutama bagi industri pengolahan, hotel dan restoran serta supermarket.
Thomas mengaku tidak mengetahui dengan pasti berapa besar kebutuhan daging impor nasional. Hanya saja, ia menggambarkan tahun 2010 saja, impor daging beku sebesar 120.000 ton. Artinya, rata-rata satu bulan kebutuhan daging impor sekitar 10.000 ton. "Dari total daging impor ini sekitar 80%nya digunakan untuk memenuhi kebutuhan daging impor di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten," ujarnya.
Dari total impor daging ini, sekitar 50% dialokasikan untuk kebutuhan industri pengolahan. Sedangkan untuk hotel dan restoran memperoleh pasokan sekitar 30% dari total impor. Sisanya, dialokasikan untuk memenuhi permintaan dari pasar modern dan tradisional.
Untuk tahun ini, Kementan telah mengeluarkan kuota impor daging sebesar 50.000 ton, masing-masing sekitar 25.000 ton tiap satu semester. Hingga saat ini, realisasi impor daging sudah sekitar 18.000 ton. Artinya, hingga akhir semester I ini tinggal sekitar 7.000 ton daging impor yang tersisa. "Artinya, mulai April nanti bisa jadi terjadi kelangkaan suplai yang membuat harga naik," jelas Thomas.
Tapi, dampak minimnya pasokan daging impor ini belum berdampak terhadap harga daging di pasar tradisional. Ketua Umum Asosiasi Pedagang Daging Sapi Indonesia Asnawi mengungkapkan hingga saat ini penahanan daging impor ini belum banyak berdampak terhadap harga daging di pasar tradisional. "Dampaknya akan lebih banyak terasa di industri pengolahan, karena mereka pemakai daging impor," ujarnya.
Asnawi bilang, hingga saat ini harga daging di pasar tradisional masih cukup stabil. "Harga daging masih stabil di kisaran Rp 60.000 - Rp 65.000 per kg untuk daging kualitas super," katanya. Sedangkan untuk daging dengan kualitas biasa, atau yang biasa digunakan untuk daging sop itu harganya masih sekitar Rp 50.000 - Rp 53.000 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News