Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Ini membuat investasi EBT khususnya PLTS kurang menarik. Pasalnya, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia bersumber dari energi fosil yang memiliki BPP rendah. “BPP pembangkit listrik dari energi fosil sudah rendah. Kalau PLTS hanya bisa dapat 85% tentu merugikan,” kata Arya.
Sementara itu Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menilai, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh pemerintah dan stakeholder terkait supaya EBT benar-benar berkembang di Indonesia.
Dia juga menilai, target kapasitas EBT sebesar 45 GW di tahun 2025 tergolong berat jika berkaca pada kondisi sekarang.
Baca Juga: PLTA Air Putih beroperasi, Kencana Energi (KEEN) bidik US$ 20 juta dari PLN
Catatan Kontan, per September lalu komposisi EBT di Indonesia baru mencapai 12% dengan total kapasitas pembangkit listrik ramah lingkungan sebesar 7.435 MW atau 7,43 GW.
“Dalam 5 tahun ke depan butuh tambahan kapasitas EBT lebih dari 35 GW yang berarti tiap tahun harus ada lebih dari 7 GW yang terpasang. Itu pun dengan catatan iklim investasi EBT sudah kondusif,” ungkap dia, hari ini.
Surya Darma memaklumi saat ini pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi usai pemilu. Namun, ia tetap berharap ada perubahan regulasi ataupun kebijakan lainnya dari pemerintah dalam mempercepat pengembangan EBT di tanah air.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News