kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Sejumlah kalangan kritisi rendahnya pertumbuhan kapasitas EBT di Indonesia


Minggu, 22 Desember 2019 / 19:38 WIB
Sejumlah kalangan kritisi rendahnya pertumbuhan kapasitas EBT di Indonesia
ILUSTRASI. PLN kejar proyek EBT


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa hari lalu Institute for Essential Service Reform (IESR) melaporkan bahwa tambahan kapasitas Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia hanya 385 MW di tahun ini. Padahal, di 2025 nanti pemerintah memiliki target kapasitas EBT mencapai 45 GW.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Arya Rezavidi sepakat dengan hasil temuan fakta dari IESR. Menurutnya, EBT masih akan sulit untuk berkembang jika dijalankan berdasarkan kebijakan atau regulasi yang ada sekarang. Target bauran EBT sebanyak 23% dari pemerintah pada 2025 nanti juga belum tentu tercapai.

Baca Juga: Pemerintah Gandeng Denmark untuk kembangkan EBT di 4 Provinsi

“Perkiraan kapasitas tersebut sudah diprediksi. Kalau cara pengelolaan EBT masih seperti ini, kemungkinan bauran EBT yang tercapai di 2025 nanti maksimum hanya 14%-15%,” ungkap dia, Kamis (19/12).

Menurutnya, regulasi mengenai pemanfaatan EBT yang tertuang dalam Permen ESDM No 50 Tahun 2017 belum berpihak bagi investor atau pengembang. Hal ini yang akhirnya membuat proyek-proyek EBT tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Contohnya, penetapan tarif pembelian listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) paling tinggi sebesar 85% dari biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkit listrik setempat. 

Baca Juga: Lelang WKP sepi peminat, ini pendapat Asosiasi Panas Bumi Indonesia (APBI)

Ini membuat investasi EBT khususnya PLTS kurang menarik. Pasalnya, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia bersumber dari energi fosil yang memiliki BPP rendah. “BPP pembangkit listrik dari energi fosil sudah rendah. Kalau PLTS hanya bisa dapat 85% tentu merugikan,” kata Arya.

Sementara itu Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menilai, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh pemerintah dan stakeholder terkait supaya EBT benar-benar berkembang di Indonesia.

Dia juga menilai, target kapasitas EBT sebesar 45 GW di tahun 2025 tergolong berat jika berkaca pada kondisi sekarang.

Baca Juga: PLTA Air Putih beroperasi, Kencana Energi (KEEN) bidik US$ 20 juta dari PLN

Catatan Kontan, per September lalu komposisi EBT di Indonesia baru mencapai 12% dengan total kapasitas pembangkit listrik ramah lingkungan sebesar 7.435 MW atau 7,43 GW.

“Dalam 5 tahun ke depan butuh tambahan kapasitas EBT lebih dari 35 GW yang berarti tiap tahun harus ada lebih dari 7 GW yang terpasang. Itu pun dengan catatan iklim investasi EBT sudah kondusif,” ungkap dia, hari ini.

Surya Darma memaklumi saat ini pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi usai pemilu. Namun, ia tetap berharap ada perubahan regulasi ataupun kebijakan lainnya dari pemerintah dalam mempercepat pengembangan EBT di tanah air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×