kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.517.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.999   -70,00   -0,44%
  • IDX 7.325   -69,45   -0,94%
  • KOMPAS100 1.108   -12,29   -1,10%
  • LQ45 866   -9,18   -1,05%
  • ISSI 225   -1,80   -0,79%
  • IDX30 443   -4,72   -1,05%
  • IDXHIDIV20 533   -5,21   -0,97%
  • IDX80 126   -1,29   -1,01%
  • IDXV30 131   -0,17   -0,13%
  • IDXQ30 147   -1,21   -0,81%

Sejumlah masalah masih hantui teh Indonesia


Senin, 09 April 2018 / 17:56 WIB
Sejumlah masalah masih hantui teh Indonesia
ILUSTRASI. PERKEBUNAN TEH GOALPARA PTPN VIII


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai masalah masih menghambat pertumbuhan teh Indonesia. Biaya produksi teh dinilai terus naik sementara harga tetap.

Harga jual teh ekspor tahun 2018 dinilai hampir relatif tetap. Harga teh tersebut berkisar antara US$ 1,8 hingga US$ 2 per kilogram (kg).

Sementara biaya upah tenaga kerja dinilai mengalami kenaikan mencapai 15%. Padahal upah kerja mendominasi biaya produksi teh.

"Alokasi biaya upah umumnya mencapai 60% hingga 70% dari struktur biaya, sehingga perlu upaya efisiensi yang sangat tinggi," ujar Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Dede Kusdiman kepada Kontan.co.id, Senin (9/4).

Efisiensi dilakukan dengan mengganti bahan bakar dengan menggunakan wood pallet. Sebelumnya untuk pengolahan teh oleh industri hulu menggunakan bahan bakar minyak dan gas. Namun, harga yang tinggi membuat biaya produksi tertekan.

Selain itu juga pernah menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar. Tetapi penggunaan kayu bakar menyebabkan kandungan anthraquinone (aq) tinggi.

"Dampak kontaminasi aq telah menurunkan pangsa pasar sebanyak 50% di pasar Uni Eropa dalam beberapa tahun terakhir," terang Dede.

Penggunaan wood pallet dinilai lebih menguntungkan. Hal itu karena wood pallet memakan biaya lebih murah dan bebas dari residu aq.

Selain tingginya beban biaya, kelebihan suplai pun dinilai menghantui produsen. Suplai yang tinggi akan membuat harga teh menjadi tertekan.

Produksi teh dunia tahun 2014 hingga 2016 berturut-turut adalah 5,2 juta ton, 5,28 juta ton, 5,5 juta ton. Dede bilang menurut prediksi, produksi teh dunia tahun 2018 akan melebihi dari 5,5 juta ton.

"Bayang-bayang over supply akan terus terjadi untuk itu perlu upaya untuk mengatasinya," jelas Dede.

Padahal produksi teh Indonesia pada tahun 2017 mengalami penurunan. Produksi teh Indonesia pada tahun 2017 mengalami penurunan hanya mencapai 118.000 ton. Sementara tahun sebelumnya produksi teh Indonesia sebanyak 142.100 ton.

Meski produksi turun, harga teh Indonesia ikut tertekan. Hingga bulan Februari harga teh Indonesia sebesar US$ 1,56 per kg.

Oleh karena itu, Dede menegaskan agar industri hulu dapat meningkatkan mutu produksi teh Indonesia. Selain itu biaya produksi pun perlu ditekan dengan efisiensi produksi agar daya saing meningkat.

Investasi seperti peremajaan pun perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi. Selain menjual teh, Indonesia pun dinilai perlu mengembangkan produk agar memiliki nilai tambah.

Pengembangan pasar pun perlu ditingkatkan, baik pasar domestik maupun pasar ekspor. "Peluang di pasar teh masih menjanjikan dan teh merupakan usaha yang profitable," ungkap Dede.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×