Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis startup tengah dalam tekanan. Beberapa startup di Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kepada karyawannya. Sebut saja perusahaan Tanihub, Zenius dan LinkAja.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai, kondisi ini lantaran para startup saat ini kesulitan mendapatkan pendanaan. Padahal untuk meraih pengguna, kebanyakan startup harus melakukan bakar uang.
Selain itu, startup yang ada pada saat ini juga memperlihatkan banyak pencitraan yang pada akibatnya merugikan diri sendiri. Adapun pencitraan yang dimaksud seperti memberikan gaji besar dengan kantor mewah dan fasilitas yang modern yang menjadi bagian dari bakar uang.
“Kalau mendapat pendanaan besar tidak masalah, namun kalau pendanaannya tidak besar, jadi pemborosan,” ujar Heru kepada Kontan.co.id, Jumat (27/5).
Baca Juga: Amvesindo: Startup Gagal Survive Karena Investor Makin Selektif
Heru menambahkan, pendanaan pada saat ini sulit didapatkan, apalagi untuk layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya, seperti e-commerce, pembayaran digital, travel dan edukasi yang digantikan dengan arah baru startup yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytic, internet of things maupun metaverse.
Ia melihat, saat ini banyak startup yang sudah membuktikan keuntungan konsisten. Namun perjalanan masih berat karena ada pengembalian pendanaan kepada investor. “Linkaja, Zenius, memang cukup berat karena pemain utamanya sudah jauh di depan. Kalau mau maju harus kuat bakar uang,” kata Heru.
Dengan kondisi tersebut, Heru menyebut, reorganisasi menjadi pilihan dan salah satu solusi bagi startup untuk bertahan. Dengan adanya reorganisasi, nantinya masing-masing layanan hanya akan memiliki tiga sampai empat pemain utama.
“Seperti transportasi online ya Gojek dan Grab. Pembayaran digital ya Gopay, Ovo, lagi merangsek pasar Shopeepay, begitu juga e-commerce,” jelas Heru.
Baca Juga: Ini Alasan LinkAja Lakukan PHK Terhadap Ratusan Karyawan
Menurut Heru, adanya pemain baru di bidang yang sama akan berat kecuali keuangannya kuat atau ada solusi layanan baru yang berbeda. Dia juga melihat, target 25 unicorn yang dibuat oleh pemerintah juga akan menemui tantangan besar dan tidak mudah.
“Kalau saya melihat ini bukan pecahnya gelembung, tapi gelembung mulai bocor,” tutur Heru.
Heru juga mengatakan, apabila dalam satu hingga dua tahun startup tidak survive atau berubah menjadi unicorn, maka startup level menengah bersiap untuk rontok. Sehingga, gelombang PHK startup dalam skala besar maupun kecil akan sering terjadi atau terlihat dalam beberapa waktu ke depan.
Baca Juga: Kabar PHK Karyawan Menimpa JD.ID, Begini Penjelasan Manajemen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News