Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mengakui adanya keterlambatan dalam transisi energi di Indonesia jika dibandingkan negara lain.
Direktur Jenderal (Dirjen) EBTKE ESDM, Eniya Listiani Dewi menyebut hal ini terjadi karena perkembangan pembangkit EBT masih berkerjaran dengan peningkatan energi fosil.
"Kita EBT-nya tumbuh, tetapi memang kejar-kejaran sama yang masih fosil dan lain sebagainya. Memang masa transisi ini perlu distrategikan,” kata Eniya dalam diskusi bertema ‘Mengelola Transisi Energi’, yang dilaksanakan Universitas Paramadina, di Jakarta Rabu (18/6).
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 atau RUPTL terbaru telah ditargetkan penambahan kapasitas sebesar 69,5 GW. Dari jumlah tersebut 42,6 GW di antaranya akan berasal dari EBT, 16,6 GW dari fosil, dan 10,3 GW storage.
Baca Juga: Tambah Portofolio EBT, Berkat Cawan Energi Geber Proyek PLTA Cibuni 3 dan Cimandiri 3
Ia juga menjelaskan dalam target yang tercantum dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) khusus tahun ini adalah minimal sebesar 17% dan maksimum 20%.
"Bauran per hari ini 14,68%, mau 15%. Mungkin bulan ini sudah 15% lebih," kata dia.
Ia juga mengkritisi peningkatan bauran EBT yang lambat tahun ini karena kurangnya sistem transmisi listrik untuk EBT.
"Masalahnya, kita itu tidak ada transmisi," ungkap dia.
Baca Juga: Maju Mundur Pengesahan RUU Energi Baru Terbarukan
Meskipun saat ini masih berkejaran dengan pembangkit fosil, menurut Eniya, bukanlah sesuatu yang haram untuk tetap mencantumkan energi fosil dalam RUPTL.
“Listrik ini bisa dikategorikan semuanya baik. Jerman pun masih menggunakan ada batu bara, ada nuklir, semua mengkombinasikan. Kita itu multi resources. Sehingga saya selalu menjawab, there is no single solution. Jadi harus mix dengan semuanya,” tegas Eniya.
Dalam catatan Ditjen EBTKE, di Indonesia, pulau Sumatera adalah pulau dengan sumber EBT terbesar, dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yaitu hingga 1.240 gigawatt (GW).
Posisi kedua ditempati oleh Pulau Jawa dengan 696,58 GW, kemudian diikuti Maluku dan Papua sebesar 518,46 GW, lalu Kalimantan 517,53 GW, Bali & Nusa Tenggara 457,17 GW, dan Sulawesi 257,36 GW.
Baca Juga: PLN Capai 86% Target Pembangkit EBT dalam RUPTL 2021-2030, Ini Rinciannya
Selanjutnya: Archi Indonesia (ARCI) Temukan Cadangan Emas Baru, Simak Rekomendasi Analis
Menarik Dibaca: 5 Tanaman yang Bisa Meningkatkan Kesehatan Mental Anda, Ada Lidah Buaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News