Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga 31 Maret 2024. Perpanjangan dilakukan pada segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted).
OJK telah menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner OJK No. 34/KDK.03/2022 tanggal 25 November 2022 yang akan memperpanjang stimulus terkait Restrukturisasi Covid-19 saat berakhir di Maret 2023.
Perpanjang hanya berlaku untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan minuman, sektor tekstil dan alas kaki, segmen UMKM, dan Provinsi Bali.
Baca Juga: OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit, Begini Efeknya Ke Emiten Perbankan
Sementara sektor perumahan tidak masuk dalam daftar sektor yang mendapat perpanjangan satu tahun tersebut. Menanggapi ini Junaidi Abdillah Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengatakan, restrukturisasi dalam kondisi seperti ini diharuskan agar program pemulihan ekonomi terus berlanjut.
"Sayangnya industri properti tak masuk di dalamnya, padahal bisnis properti juga menyentuh aspek level bawah yakni segmen rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan developernya pun kelas menengah bawah," jelas Junaidi Abdillah dalam keterangannya, Kamis (1/12).
Apalagi menurutnya, pandemi yang terjadi sejak 2020 imbasnya masih terasa hingga kini dan anggota Apersi banyak merasakan dampaknya.
Selain itu, banyak sekali aturan yang membuat pengembang merasa kesulitan untuk membangun rumah subsidi di daerah. Karena aturannya disamakan dengan membangun rumah komersial atau rumah mewah.
Tak hanya dari sisi pengembang saja, konsumen kelas bawah ini pun tergerus pendapatannya dengan adanya pengurangan gaji karena efek pandemi. Selain itu juga ada PHK massal yang terjadi di perusahaan, pabrik sehingga pekerja, buruh yang merupakan konsumen rumah subsidi tak bankable. Alhasil konsumen pun berkurang, apalagi perbankan saat ini tingkat kehati-hatiannya cukup tinggi.
Baca Juga: Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Begini Rekomendasi Saham Emiten Perbankan
Selain itu, hingga kini belum adanya penyesuaian harga rumah bersubsidi sejak 3 tahun lalu. Kondisi ini diperparah dengan melambungnya harga material dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Alasannya, untuk membangun rumah bersubsidi saat ini begitu berat bagi pengembang Apersi, yang bisa kami lakukan sekarang hanya bertahan, karena margin sangat kecil," tegas Junaidi.
Junaidi berharap, kebijakan pemerintah terkait restrukturisasi ini juga menyentuh pengembang rumah subsidi karena rumah untuk MBR ini merupakan program pemerintah.
Dan sudah seharusnya menmdapatkan perhatian dari pemerintah karena menurut Junaidi hingga kini belum ada stimulus yang benar-benar dirasakan oleh pengembang yang fokus pada rumah subsidi.
"Selain itu, efek domino dari pembangunan perumahan itu sangat besar, ada sekitar 140 ikutan yang bergerak di dalam satu proyek yang sedang dikembangkan. Saya berharap kebijakan OJK ini juga menyentuh kami karena pengembang yang tergabung di Apersi 80 persen adalah pengembang rumah subsidi," harap Junaidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News