Reporter: Eldo Christoffel Rafael, Khomarul Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Merger dan akuisisi perusahaan kian marak di Tanah Air. Kebanyakan aksi korporasi tersebut, bersumber dari perusahaan bidang teknologi.
Data Bloomberg mencatat, hingga Agustus 2017, terdapat 136 deal merger, akuisisi maupun investasi di Indonesia. Jumlah itu meningkat 5,4% dari periode sama tahun lalu.
Secara nominal, nilai merger, akuisisi dan investasi itu mencapai US$ 6,8 miliar, atau turun 9,9%. Namun, nilai ini belum termasuk transaksi yang nilainya tak disebutkan.
Perusahaan teknologi masih mendominasi transaksi. Salah satu kesepakatan terbesar tahun ini masuknya raksasa e-commerce China, Aliababa Group Holdings, yang menyuntikkan dana sebesar US$ 1,1 miliar ke Tokopedia. Serta, guyuran investasi perusahaan teknologi China, Tencent Holdings ke PT Go-Jek Indonesia senilai US$ 1,2 miliar.
Mengutip riset Bain & Company terbaru, tren merger dan akuisisi, terutama di bidang teknologi memang menunjukkan tren peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Bila pada tahun 2013 terdapat 12 aksi merger dan akuisisi, pada akhir 2016, jumlahnya meningkat menjadi 56 transaksi merger dan akuisisi.
Hal tersebut tidak terlepas dari penetrasi ponsel pintar di Indonesia. Data Bain & Company menyebut, pengguna smartphone sebagai perangkat komunikasi utama mencapai 133 juta jiwa. Sedangkan dalam sehari, penduduk di Indonesia rata-rata bisa menghabiskan waktu berselancar di media sosial selama 3 jam 16 menit.
Tentu saja hal tersebut merupakan potensi pasar yang sangat menarik bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal itu pun sejalan dengan aksi konglomerat asal Indonesia memang terus mengembangkan sayap bisnisnya di bisnis teknologi.
Sebut saja Grup Lippo dan Djarum yang masuk ke bisnis e-commerce. Usman Akhtar, Partner and Indonesia Head of Financial Investors Practice Bain & Company menjelaskan, fenomena ini memang sedang menjadi tren.
Generasi keluarga konglomerat termuda semakin terbuka. "Mereka jadi lebih terbuka dan melihat bisnis mana yang bisa dikembangkan," kata Usman, Rabu (30/8).
Ia menambahkan, aksi generasi termuda konglomerat di Indonesia itu terjadi akibat kompetisi yang kian ketat. "Mereka pun mengevaluasi bisnis utamanya apa. Begitu melihat peluang bisnis lain, mereka akan memasukan private investor sebagai nilai tambah," imbuh Usman.
Di luar sektor teknologi, deal besar lain adalah akuisisi Japan Tobacco atas dua perusahaan kretek milik PT Gudang Garam senilai US$ 677 juta di bulan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News