Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak empat perusahaan pelat merah, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR). dan PT Solusi Bangun Indonesia masuk ke dalam daftar perusahaan yang tak berizin di bidang kehutanan.
Daftar tersebut tertulis dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023 tentang Data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan tahap XI, pada Maret 2023 ini.
Di dalam lampiran SK, terdapat 890 perusahaan menjadi sasaran Kementerian LHK terkait operasional usaha tanpa izin di kawasan hutan.
Baca Juga: Integra Indocabinet (WOOD) Berniat Masuk ke Bisnis Perdagangan Karbon
Dari ke-36 perusahaan yang namanya tertulis dalam lampiran SK tersebut, terdapat PT Semen Indonesia (SI), Solusi Bangun Indonesia (SBI), PT Aneka Tambang (Antam), dan PT Bukit Asam yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sisanya merupakan perusahaan swasta yang bergerak di jenis kegiatan nikel, bijih besi, batubara, dan mineral lainnya.
Terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA), pihak Kejaksaan tengah fokus terhadap pelanggaran hukum di bidang pertambangan.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pertambangan nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Aneka Tambang (Antam) di Desa Morombo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Sultra.
Ketiga tersangka tersebut yakni Manajer PT Antam berinisial HA, pelaksana lapangan PT Lawu Agung Mining (LAM) inisial GL, dan Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) inisial AA.
Sementara PT Semen Indonesia sampai saat ini belum memenuhi kewajiban Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) terkait operasional tambang batu gamping untuk semen di kawasan hutan di Tuban, Jawa Timur, seakan mengangkangi peraturan dan kepatuhan terhadap peraturan yang ada.
Pihak Kejaksaan secara aktif mengejar beragam kasus pelanggaran hukum di ranah SDA ini lantaran terdorong banyaknya ketidakpatuhan terhadap peraturan dan tunggakan kewajiban, serta indikasi tindak pidana korupsi (tipikor) yang merugikan negara.
KLHK pun sudah memanggil pengemplang kewajiban IPPKH agar segera melunasi kewajibannya. Apabila dalam tenggat waktu tertentu belum juga mematuhi komitmennya, maka delik sanksi akan digeser pada sanksi administrasi dan penegakan hukum, yang penyelesaiannya berada pada kewenangan Kejaksaan, berkoordinasi dengan BPK dan KPK.
Sebagai bentuk keseriusan KLHK sehingga dikeluarkannya Peraturan Menteri LHK nomor 196 tersebut, KLHK beserta Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM telah menerbitkan kebijakan ABS atau Automatic Blocking System. Sudah ratusan perusahaan terkena sanksi ABS, yang akan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan.
Dedi Kurniawan sebagai pemerhati lingkungan hidup, menegaskan bahwa ketegasan sanksi negara tersebut akan dijadikan momentum oleh para penggiat lingkungan untuk melakukan aksi dan mendukung penyelesaian masalah pengemplang kewajiban ini yang terindikasi ada unsur kesengajaan.
Baca Juga: Pelaku Daur Ulang Plastik di Indonesia Mengklaim Paling Maju di ASEAN
"Indikasi pelanggarannya jelas, Antara lain merusak Kawasan Hutan, Adanya Kerugian Negara dan Ketidak patuhan terhadap peraturan yang seakan mengulur-ulur waktu, kami akan segera turun ke jalan lagi bersama berbagai elemen masyarakat supaya KLHK dan Kejaksaan Agung serius tangani kasus lingkungan hudup ini," ujar Dedi yang juga Ketua Dewan Daerah Walhi dan BP FK3I, dalam keterangan resmi, Senin (19/6).
Dedi menegaskan, permasalahan ini dapat dipastikan ada unsur Kerugian Negara dalam pengabaian dan kepatuhan terhadap peraturan.
Adapun bagi perusahaan-perusahaan pelanggar yang telah masuk dalam list KLHK sebagaimana dilampirkan dalam SK Menteri LHK nomor 196 itu, harus bersiap menerima sanksi sesuai UU Cipta Kerja dan PP nomor 24 Tahun 2021 dan masuk dalam kebijakan ABS atau Automatic Blocking System.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News