kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sengkarut pasokan batubara untuk PLTU, pasar ekspor lebih diutamakan?


Rabu, 03 Februari 2021 / 16:30 WIB
Sengkarut pasokan batubara untuk PLTU, pasar ekspor lebih diutamakan?
ILUSTRASI. Suasana aktivitas bongkar muat batu bara dari kapal tongkang ke mesin pembangkit di Kompleks PLTU Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf/foc.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasokan batubara untuk ketenagalistrikan kembali terkendala pada awal tahun ini. Produksi listrik PT PLN (Persero) turut terganggu seiring dengan terganjalnya pasokan batubara ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Faktor cuaca dan adanya bencana banjir di sejumlah wilayah Kalimantan sebagai pemasok utama batubara diklaim sebagai penyebabnya. Namun, faktor bisnis atau komersial pun disinyalir turut berkontribusi. Seiring harga batubara yang sedang tinggi, penjualan ke pasar ekspor diduga lebih diutamakan sejumlah pemasok batubara ketimbang supply ke pasar domestik, termasuk kelistrikan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpandangan bahwa masalah pasokan batubara terjadi karena berbagai faktor. Selain karena gangguan logistik akibat faktor cuaca dan banjir, faktor lain seperti pertimbangan komersial bisa jadi turut memberi pengaruh.

Dengan tingginya harga batubara, sambung Fabby, ada kemungkinan sejumlah produsen memilih untuk mengisi kebutuhan jangka pendek ke pasar ekspor untuk melakukan profit taking. "Menurut versi KESDM, faktor banjir di Kalsel menjadi penyebab utama. Tapi faktor produsen batubara yang memiliki untuk memprioritaskan ekspor bisa jadi juga ada kontribusinya," kata Fabby kepada Kontan.co.id, Rabu (3/2).

Pasokan yang terganggu mengakibatkan anjloknya ketersediaan cadangan batubara untuk sejumlah PLTU PLN di Jawa, dari cadangan minimal 20 hari menjadi kurang dari 6 hari saja. "Kondisi ini membuat PLN mengantisipasi dengan menurunkan operasi PLTU," ungkap Fabby.

Baca Juga: Kabar gembira, stimulus listrik PLN untuk Februari sudah bisa dinikmati

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia memastikan bahwa sebagian besar perusahaan yang menjadi anggota APBI telah memenuhi komitmen kontrak untuk memasok batubara sesuai kewajiban pasokan dalam negeri (DMO), termasuk untuk PLTU.

Bahkan, sambung Hendra, beberapa perusahaan telah diminta oleh pemerintah untuk menutupi kekurangan pasokan batubara yang dibutuhkan. Sehingga, pasokan batubara melebihi kewajiban yang dipersyaratkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) tentang DMO dan kontrak pasokan batubara.

Menurut data yang disampaikan Hendra, terdapat 54 perusahaan yang memasok batubara ke PLN. Dari jumlah tersebut, ada 23 perusahaan anggota APBI yang memasok batubaranya ke PLN.

Kata dia, perlu dilihat lebih jauh, PLTU mana saja yang kekurangan pasokan, dan perusahaan mana yang seharusnya mencukupi kebutuhan batubara untuk pembangkit tersebut. Hendra mengklaim, anggota APBI akan memenuhi pasokan sesuai dengan komitmen dalam kontrak dan kewajiban yang disyaratkan pemerintah.

"Bila perlu untuk lebih jelas sebaiknya ditanyakan, perusahaan apa saja yang tidak perform, yang tidak melaksanakan pasokannya sejak periode November 2020 agar dapat disampaikan ke publik," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (3/2).

Sebelumnya, dalam paparan yang digelar secara daring pada Rabu (27/1) lalu, Direktur Jenderal Mineral dan batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyampaikan bahwa ada tiga komponen yang mempengaruhi proses bisnis rantai pasok batubara untuk kelistrikan.

Pertama, komponen business to business terkait kontrak antara PLN dan pemasok batubara. "Harus diakui tidak semuanya indah seperti di surga, masih ada di sana sini yang belum pas," kata Ridwan.

Baca Juga: Target pemerintah, baterai motor listrik diproduksi tahun depan

Kedua, ada kontribusi pemerintah melalui kebijakan. Termasuk dalam menjadikan batubara sebagai barang kena pajak, yang artinya pembelian batubara harus dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). "Siapa yang harus bayar PPN-nya, dimana bayarnya, ini sesuatu yang baru. Jadi pemerintah juga berkontribusi terhadap ini," sambungnya.

Ketiga, faktor cuaca di wilayah penghasil batubara. Tak hanya berdampak terhadap operasional pada sejumlah tambang, namun juga dari sisi distribusi dan pengapalan. "Memang harus diakui, cuaca yang terjadi di daerah-daerah penghasil batubara ini sedang ekstrem dan juga menimbulkan bencana," ungkap Ridwan.

Dia menyebut bahwa kinerja ekspor memang tidak begitu terganggu. Apalagi dengan tren harga yang sedang meningkat. "Ekspor sekarang lagi nikmat, harga batubara lagi tinggi. Jadi kita di satu sisi ekspor sedang bagus, di dalam negeri sedang penyesuaian pasokan," terang Ridwan.

Namun, Ridwan menegaskan bahwa kondisi tersebut bukan berarti memprioritaskan pasar ekspor dan mengesampingkan pasar domestik. Kata dia, perusahaan telah memiliki porsi untuk masing-masing pasar dalam memenuhi volume sesuai kontrak. "Gini konotasinya, kan yang diatur 25% DMO, 75% ekspor. Masing-masing sudah punya porsinya, sehingga tidak saling mengambil," jelasnya.

Lebih lanjut, Ridwan pun mengatakan bahwa Ditjen Minerba sudah melakukan pertemuan dengan PLN dan 54 perusahaan pemasok batubara. "Mereka sudah menyatakan komitmennya akan memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan dan pada waktu yang disepakati," tuturnya.

Stok Batubara PLTU Swasta vs PLN

Di sisi lain, ketahanan stok batubara PLTU milik PLN lebih rendah dibandingkan dengan PLTU swasta alias Independent Power Producer (IPP).

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa memberikan gambaran, cadangan batubara di sejumlah PLTU PLN dari yang seharusnya minimal 20 hari menjadi kurang dari 6 hari. Sedangkan pembangkit IPP punya cadangan batubara yang cukup 21 hari sampai 30 hari.

Menurut Fabby, ketahanan cadangan batubara di PLTU IPP tak lepas dari manajemen pasokan batubara yang tersambung dengan tambang milik sendiri. Alhasil, supply batubara pun bisa lebih terjaga. "Itu sangat mungkin terhadap karena pemili IPP juga pemilik tambang batubara, prioritas utama penyediaan bahan bakar diberikan kepada pembangkit miliki sendiri," ungkap Fabby.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menambahkan, cadangan IPP yang lebih tinggi dibandingkan PLN juga disebabkan oleh perbedaan delivery dan stock management, procurement strategy serta contract management dari PLTU.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyampaikan bahwa terdapat sekitar 12 Gigawatt PLTU dengan ketersediaan batubara di bawah 10 hari. Untuk menjaga pasokan listrik, Kementerian ESDM pun telah menggelar rapat dengan PLN, IPP dan perusahaan pemasok batubara. 

Rida mengatakan, ada sejumlah strategi yang disiapkan untuk menjaga ketersediaan listrik di tengah stok batubara yang menipis. Salah satunya dengan meminta IPP yang memiliki stockpile batubara lebih banyak dari PLN untuk bisa memaksimalkan produksinya. Adapun, ketersediaan batubara PLTU IPP berkisar 20-30 hari, sedangkan PLTU PLN hanya 15 hari.

Selanjutnya: Swasta bisa masuk bisnis transmisi listrik? Ini jawaban Kementerian ESDM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×