Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Sepatu Pijak Bumi semakin terkenal. Bahkan, sepatu Pijak Bumi mendapat penghargaan Emerging Designer The MICAM Milano 2020. Emerging Designer merupakan penghargaan yang diberikan pada 12 desainer sepatu dari seluruh dunia berdasarkan konsep inovatif yang diusung setiap desainer.
Rowland Asfales tersenyum. Ia mengingat awal mula terjun ke dunia sepatu. “Berawal dari sepatu saya hilang di kosan di daerah Taman Sari (Kota Bandung),” ujar pria yang akrab disapa Fales ini kepada Kompas.com.
Mendapati sepatunya hilang, Fales termenung. Ia kemudian berjalan-jalan ke sentra sepatu Cibaduyut. Niatnya ingin membeli sepatu kulit, namun urung karena harga yang mahal. Ia kembali ke kamar kos-nya dengan tangan kosong.
Ia berpikir keras, bagaimana cara mengganti sepatu yang hilang. Lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung ( ITB) ini akhirnya membuat sepatu. Tak disangka, sepatu buatannya diminati teman-temannya.
Baca juga: Catat 7 gejala Covid terbaru, dari silent hypoxia, dehidrasi, kebingungan, dll
Dari sana, dia mulai berbisnis sepatu. Ia lalu memasarkan kreasinya lewat jejaring online, namun hasilnya negatif. Sebab, sepatu yang ia jual seharga Rp 200.000-400.000 saat itu, kalah bersaing dengan harga sepatu yang jauh lebih murah. “Saya bangkrut karena sepatu saya tidak memiliki nilai jual,” tutur Fales.
Tak ingin menyerah, Fales kembali berinovasi. Mulai dari bahan, cara pembuatan, hingga desain. Ia lalu menemukan artikel yang menyebutkan, industri fesyen adalah salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia, termasuk limbah pembuatan sepatu kulit. “90 persen pembuatan sepatu kulit di dunia diproses melalui proses kimiawi dan menggunakan bahan yang berdampak sangat buruk bagi alam dan manusia,” ucapnya.
Dari pemikiran tersebut, lahirlah sepatu Pijak Bumi, sepatu ramah lingkungan yang fashionable. Sepatu ini menggunakan bahan kulit natural dan disamak dengan menggunakan ekstrak tumbuhan. “Tumbuhannya bernama Kenaf. Tumbuhan ini mengeluarkan oksigen delapan kali lebih banyak dibanding pohon lainnya."
"Kenaf tumbuh di daerah tropis. Kami menenun kenaf dengan benang-benang,” tutur dia.
Ia pun tidak menggunakan bahan kimia dalam pembuatan sepatu Pijak Bumi. Bahkan ia hanya menggunakan mesin jahit kaki agar proses pembuatannya lebih ramah lingkungan. Karena itu pula, sepatu Pijak Bumi tidak banyak memperlihatkan jahitan.
Sepatu Pijak Bumi lebih mengandalkan proses cutting yang halus. “Pijakbumi lahir sebagai inisiator dalam industri sepatu yang menggabungkan tiga pilar yaitu orisinalitas desain, material ramah lingkungan, dan mempromosikan kearifan kerajinan lokal,” tutur dia.
Baca juga: Hanya Rp 20-an juta, lelang mobil dinas Kemenperin di Jakarta, Baleno & Stream
Hal ini beriringan dengan rencana aksi global Sustainable Development Goals (SDGs). Sepatu Pijak bumi mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Kini, sepatu Pijak Bumi sudah menembus lima benua dan membawa Indonesia mendunia.
Yang terbaru, Pijakbumi membuat Rowland Asfales meraih penghargaan Emerging Designer The MICAM Milano 2020. Emerging Designer merupakan penghargaan yang diberikan pada 12 desainer sepatu dari seluruh dunia berdasarkan konsep inovatif yang diusung setiap desainer.
MICAM Milano adalah pameran perdagangan internasional industri profesional alas kaki yang diselenggarakan di Fiera Milano Rho, Italia. Setiap tahunnya, MICAM Milano diikuti 1.400 perusahaan dari 30 negara di seluruh dunia dengan trafik rata-rata 45.000 pengunjung dari 130 negara.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pijakbumi, Berawal dari Hilang Sepatu hingga Berjaya di Italia...",
Penulis : Kontributor Bandung, Reni Susanti
Editor : Glori K. Wadrianto
Selanjutnya: Sepatu Pijak Bumi dapat penghargaan di pemeran alas kaki terbesar se-dunia di Italia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News