Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serapan batubara dalam negeri di Indonesia masih belum semembara tingkat produksinya. Padahal, sebagai sumber energi, serapan batubara domestik harusnya bisa ditingkatkan sebagai penggerak industri dan substitusi impor sehingga bisa lebih menggerakkan perekonomian nasional.
Ketua Umum Asosiasi Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mencontohkan China, dimana sebagai salah satu negara dengan cadangan dan produksi batubara terbesar di dunia, China bisa menyerap seluruh produksi batubaranya. Bahkan, untuk mencukupi kebutuhannya, negeri tirai bambu itu masih harus melakukan impor batubara, termasuk dari Indonesia.
China sendiri menjadi negara dengan tingkat cadangan batubara ketiga tertinggi di dunia dengan persentase sebesar 14% dari total cadangan dunia. Sedangkan dengan cadangan sekitar 37 miliar ton, porsi Indonesia terhadap total cadangan batubara dunia hanya sekitar 3%.
“Namun Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor terbesar di dunia. Serapan batubara untuk domestik memang perlu ditingkatkan, jadi batubara kita tidak hanya digunakan sebagai sumber energi negeri maju,” kata Rizal dalam temu media yang digelar oleh Perhapi, Kamis (20/12).
Akan tetapi, Rizal mengatakan bahwa Indonesia harus tetap realistis. Sebab, untuk mendorong serapan domestik yang besar, kesiapan industri dan pasar wajib diperhatikan.
Saat ini, untuk menyerap 25% dari total produksi saja, sektor listrik dan industri masih kesulitan. Karena itu, perlu ada hilirisasi yang bisa meningkatkan nilai tambah batubara, juga untuk menjadi substitusi impor bagi produk energi lainnya, seperti gasifikasi atau dengan dimethylether (DME) untuk mengurangi impor LPG.
Sayangnya, lanjut Rizal, meskipun teknologi sudah ada, namun saat ini pengembangannya masih sulit dilakukan mengingat skala keekonomian yang belum memadai. Karenanya, menurut Rizal, hingga kini pemanfaatan batubara sebagai sumber energi yang paling realistis adalah sebagai sumber tenaga listrik, khususnya melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulut tambang karena bisa meminimalisasi persoalan distribusi pasokan.
“Tapi pengembangan hilirisasi harus tetap berjalan, karena kalau (kesiapan pasar dan industri) dalam negeri sudah terbentuk, konsumsi dan serapan batubara domestik pun akan meningkat,” ungkapnya.
Senada dengan Perhapi, sebelumnya Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) pun mengatakan bahwa hilirisasi dan pasar batubara dalam negeri perlu ditingkatkan. Ketua APBI Pandu P. Sjahrir mengungkapkan, untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor yang seringkali tak menentu, pada tahun depan, salah satu tantangan terbesar para pengusaha batubara ialah bagaimana menggarap pasar domestik supaya bisa semakin menjanjikan.
“Kalau kita bisa meningkatkan kualitas domestic market kita, tentu orang mau untuk meningkatkan investasi ke hilirisasi, itu kesempatan yang sangat pas,” katanya.
Apalagi, menurut Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung, pemerintah tengah menyusun pedoman teknis untuk penghilirisasian batubara. Bahkan, lanjut Wafid, tak menutup kemungkinan nantinya akan ada semacam insentif, baik fiskal maupun non-fiskal supaya hilirisasi batubara bisa lebih menarik.
Namun, Wafid belum bisa memastikan apakah nantinya regulasi ini akan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau cukup diimplementasikan melalui peraturan di kementerian. “Sementara pedoman dulu khususnya untuk hilirisasi dalam bentuk DME, mungkin bisa selesai tahun ini,” ungkapnya.
Saat ini, tercatat baru PTBA yang telah benar-benar siap mengembangkan hilirisasi batubara dengan skema gasifikasi, Bersama Pertamina, PT Pupuk Indonesia, PT Chandra Asri Petrochemical, dan Air Products and Chemicals Inc., perusahaan batubara plat merah itu akan mengubah batubara menjadi DME, Polypropylene, dan syntheticnatural gas (SNG).
Sementara untuk serapan batubara domestik hingga kini masih belum memenuhi target. Per November, dari produksi batubara yang mencapai 441,85 juta ton dimana jumlah pemasarannya sebesar 426,27 juta ton, porsi penyerapan dalam negeri baru mencapai 100,37 juta ton atau sekitar 83% dari target DMO yang dipatok sepanjang tahun 2018 sebesar 121 juta ton.
Dari realisasi DMO tersebut, 82,3 juta ton digunakan untuk kelistrikan dan 18,07 juta ton untuk keperluan industri lainnya. Artinya, serapan domestik masih sekitar 22,71% dari total batubara yang telah diproduksi selama 11 bulan terakhir ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News