kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sertifikat Citarasa Bisa Ganjal Ekspor Kopi


Selasa, 27 Januari 2009 / 10:17 WIB
Sertifikat Citarasa Bisa Ganjal Ekspor Kopi


Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pengusaha kopi dalam negeri makin tak leluasa melakukan ekspor. Tiga negara, yakni Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat (AS), membuat syarat ekspor rada ribet mulai tahun ini. Eksportir kopi wajib menyertakan hasil sertifikat standar citarasa (Q-system) lewat juru cicip (Q-cupper) bersertifikasi.

Pengusaha menilai, syarat ini terlalu subjektif. Mereka menganggap, ekspor kopi sudah cukup dengan hanya berlogo SNI seperti yang selama ini jamak berlaku. "Kini, Jepang, Jerman, dan AS minta produsen kopi punya juru cicip bersertifikasi. Ini cukup merecoki," kata Rachim Kartabrata, Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Senin (26/1).

Jepang, misalnya, sampai mengirim utusan untuk mengawasi proses produksi perusahaan yang biasa mengekspor kopi ke negaranya. "Dalih mereka, untuk menjaga konsistensi citarasa. Kalau rasanya berubah, mereka langsung memberi daftar hitam pada eksportir kopi kita," ucap Rachim. Menurutnya, pengetatan syarat ekspor kopi, mulai proses menanam hingga mengemas, hanya cocok untuk kopi spesial seperti Arabica.

Peneliti Pusat Peneliti Kopi dan Koko Indonesia Surip Mawardi menilai, langkah tiga negara itu bisa memacu produsen terus menjaga citarasa kopi. Namun, ia menyarankan semua pihak membahas tuntutan Jepang cs itu lebih dalam lagi. Sebab, imbas kebijakan itu bisa menghambat kinerja ekspor kopi Indonesia. "Soal rasa kan subjektif. Kalau pun mau distandarisasi, pakai yang umum saja. Jika sampai detil, mesti ada data kuantitatif untuk menentukan rasa kopi," tutur Surip yang juga Ahli Spesial Uji Rasa Kopi.

Direktur Ekspor Hasil Pertanian dan Perkebunan Departemen Perdagangan Yamanah A.C. menilai, saat ini, produk kopi lokal, khususnya jenis Arabica dan Robusta, memang telah mulai mengarah pada standardisasi mutu agar bernilai tinggi. Namun, jika negara tujuan ekspor menerapkan standardisasi sendiri soal rasa, tentu produsen akan kesulitan. "Rasa sulit dinilai. Nanti kami pelajari dulu permintaan itu," urainya.

Selama ini, tiga negara itu menyerap 65% dari total ekspor kopi Indonesia yang mencapai 325.000 ton setahun. Negara tujuan lain adalah Rusia, Eropa Timur, Timur Tengah, dan China.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×