kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak Catatan Indef Terkait Proyek Hilirisasi yang Masih Tersendat


Kamis, 09 Februari 2023 / 06:30 WIB
Simak Catatan Indef Terkait Proyek Hilirisasi yang Masih Tersendat


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah proyek hilirisasi pertambangan masih menemui kendala dalam pengerjaannya. Padahal, pemerintah telah begitu semangat untuk mendorong hilirisasi di berbagai sektor industri.

Sebagai contoh, proyek smelter Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur sampai saat ini masih diliputi ketidakpastian waktu penyelesaiannya. Kementerian ESDM belum lama ini menerima surat dari Freeport Indonesia yang isinya menyatakan ketidaksanggupan perusahaan tersebut untuk merampungkan proyek smelter pada Desember 2023.

Dalam catatan Kontan, sebenarnya kurva-S penyelesaian konstruksi smelter Freeport Indonesia ditargetkan selesai pada Desember tahun ini. Setelah pekerjaan konstruksi selesai, proyek ini direncanakan akan memasuki tahap pre-commissioning dan commissioning.

Baca Juga: Hilirisasi dan Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Kunci Pertumbuhan Industri

Selain itu, ada proyek smelter Mempawah juga masih mandek. Proyek ini dikelola oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), anak usaha PT Inalum dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM). Dalam berita sebelumnya, proyek smelter ini baru mencapai progres pengerjaan 14,56% per 9 September 2022.

Isu terkendalanya proyek smelter Mempawah berkaitan dengan hal teknis. Pertama, red mud dan slag stockyard yang perlu direlokasi ke IUP Mempawah Antam. Kedua, terdapat dispute pembagian kerja di antara anggota konsorsium konstruksi yakni sisa pekerjaan dari porsi PP di Inalum plant yang akan dimasukkan ke dalam scope Chalieco.

Proyek smelter ini pun telah tertunda selama 16 bulan dan berpotensi rugi sekitar US$ 450 juta atau rata-rata US$ 28 juta per bulan.

Tak ketinggalan, baru-baru ini MIND ID menyebut bahwa proyek pabrik baterai kendaraan listrik Antam dengan LG Energy Solution belum menemui titik cerah. Pembentukan perusahaan patungan oleh kedua pihak pun tampak masih belum jelas.

LG sendiri mendorong anggota konsorsiumnya, yaitu Huayou untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi. Sayangnya proses negosiasi masih terkendala. Sebab, MIND ID menilai bahwa Huayou bukan mitra yang seimbang untuk melanjutkan proses negosiasi dengan Antam.

Dalam hal ini, Huayou hanya bergerak di bidang pengembangan smelter, sedangkan MIND ID menginginkan adanya konsorsium yang lengkap sampai ke arah pengembangan manufaktur baterai kendaraan listrik.

Baca Juga: Begini Perkembangan Proyek Smelter Aluminium Adaro Energy (ADRO)

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, hilirisasi sangat berkaitan dengan investasi. Ketika hendak berinvestasi, investor mesti melakukan berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah membandingkan hilirisasi yang ada di Indonesia dengan negara-negara lainnya.

Indonesia memang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan dapat menjadi bahan baku berbagai produk hilirisasi. Tetapi, itu saja tidak cukup. Ketersediaan teknologi, infrastruktur pendukung, dan kompetensi sumber daya manusia masih menjadi soal.

Padahal, aspek tersebut juga menjadi bahan pertimbangan bagi investor yang mau terlibat dalam hilirisasi di Tanah Air. Aspek-aspek yang belum dipenuhi oleh Indonesia bisa mempengaruhi minat ataupun keseriusan investor dalam menjalankan proyek hilirisasi.

Lantas, pada akhirnya Indonesia bakal terlibat dalam persaingan dengan negara-negara lain yang sudah lebih maju hilirisasi industrinya, sekalipun negara lain belum tentu punya bahan baku yang memadai.

“Investor tentu sangat memperhatikan nilai keekonomian proyek hilirisasi yang ditentukan oleh banyak aspek,” kata dia, Rabu (8/2).

Tauhid pun menilai, apabila proyek-proyek hilirisasi yang sekarang berlangsung tak kunjung keluar dari hambatan, pahit-pahitnya proyek tersebut bisa tidak selesai atau berhenti di tengah jalan. Ketika itu terjadi, maka agenda hilirisasi di Indonesia tentu tidak akan tuntas atau tidak sesuai target yang diinginkan pemerintah.

Menurut dia, produk hilir suatu industri ada berbagai tingkatan, yang mana semakin tinggi tingkatnya maka nilai tambahnya akan semakin besar. “Kalau banyak proyek hilirisasi mangkrak, maka kemungkinan Indonesia hanya bisa membuat produk hilir tingkat awal saja,” ungkap dia.

Oleh karena itu, untuk memajukan hilirisasi di Tanah Air, maka investor atau pelaku usaha yang terlibat harus benar-benar memastikan kesiapan pasar yang akan menyerap produk hasil hilirisasi tersebut.

Selain itu, hilirisasi harus benar-benar didukung oleh kebijakan yang komprehensif dari berbagai lintas kementerian/lembaga seperti Kemenko Marves, Kemenko Ekonomi, Kemenperin, Kementerian ESDM, Kementerian LHK, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan lain-lain. Mereka harus satu suara dalam membuat kebijakan terkait hilirisasi.

“Dukungan pendanaan juga penting untuk diperhatikan dalam mendorong hilirisasi. Investor lokal pun dapat lebih sering dilibatkan dalam agenda hilirisasi,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×