kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Simak pandangan Asosiasi Energi Surya dan Panas Bumi terkait RUPTL 2020-2029


Kamis, 07 Januari 2021 / 17:46 WIB
Simak pandangan Asosiasi Energi Surya dan Panas Bumi terkait RUPTL 2020-2029
ILUSTRASI. Pembangkit listrik tenaga surya


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah asosiasi terkait energi terbarukan turut memberikan tanggapan mengenai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2020-2029 yang akan diterbitkan oleh Kementerian ESDM.

Dalam draf RUPTL yang diterima Kontan.co.id, Rabu (6/1), pemerintah mematok target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 maupun di tahun 2029 mendatang. Dengan begitu, diproyeksikan kebutuhan tambahan kapasitas pembangkit berbasis EBT sebagai berikut: PLTA/PLTM sebesar 7.976 MW, PLTP sebesar 3.552 MW, serta pembangkit EBT lain sebesar 2.763 MW.

Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andhika Prastawa menilai, sebenarnya kebutuhan tambahan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mencapai 6.500 MWp supaya bisa memenuhi target bauran EBT sebanyak 23% di tahun 2025.

Hal tersebut bakal sulit terwujud mengingat di dalam draf RUPTL, hingga tahun 2025 nanti target penambahan kapasitas PLTS hanya mencapai 1.153,9 MWp.

Baca Juga: METI soroti peningkatan porsi bauran energi batubara dalam RUPTL 2020-2029

“Saat ini terdapat sekitar 200 MWp PLTS yang terpasang. Dengan penambahan tersebut, maka tahun 2025 nanti realisasinya baru sekitar 1.353,9 MWp atau masih jauh dari target 6.500 MWp,” ungkap Andhika, Kamis (7/1).

Menurutnya, untuk mencapai bauran energi terbarukan yang ideal, maka pemanfaatan PLTA dan PLTP bisa menjadi opsi karena produksi energinya jauh lebih besar dibandingkan PLTS untuk daya terpasang yang sama.

Namun, perlu diperhatikan pula bahwa durasi dan kompleksitas PLTA dan PLTP jauh lebih lama dan rumit dibandingkan PLTS, mulai dari proses perencanaan, konstruksi, hingga operasional.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi menilai, sebenarnya proyeksi penambahan kapasitas PLTP sebanyak 3.552 MW di periode 2020-2029 belum tentu cukup untuk mencapai target bauran EBT sebanyak 23%.

Dia menyebut, idealnya penambahan kapasitas PLTP bisa mencapai 7.200 MW untuk memenuhi target bauran EBT sebesar 23% di 2025. Bahkan, di tahun 2030 seharusnya kapasitas terpasang PLTP bisa mencapai 10.000 MW.

“Saat ini status kapasitas terpasang PLTP sekitar 2.200 MW. Untuk mencapai level 7.200 MW, berarti masih kekurangan 5.000 MW,” ujar dia, hari ini (7/1).

Baca Juga: Porsi batubara di RUPTL 2020-2029 naik, transisi energi bakal sulit terlaksana

Priyandaru berpendapat, perubahan target penambahan kapasitas PLTP di RUPTL 2020—2029 bisa jadi disebabkan oleh pengaturan (adjustment) usai kegiatan eksplorasi panas bumi dilakukan. “Evaluasi biasanya dilakukan setelah evaluasi. Dari situ bisa saja ditemukan fakta bahwa kapasitasnya tidak sesuai target,” ungkap dia.

Ia pun menyebut, sudah seharusnya ruang kosong akibat perubahan target penambahan kapasitas PLTP diisi oleh pembangkit EBT yang lain. Hal ini supaya target bauran EBT sebanyak 23% bisa tetap tercapai.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa proyeksi penambahan kapasitas PLTP di RUPTL 2020—2029 pada dasarnya berkaca pada kondisi yang ideal di atas kertas. Artinya, proyeksi tersebut bisa saja tidak terpenuhi jika masalah klasik sektor panas bumi belum teratasi, yaitu tarif listrik yang belum ekonomis dan kompetitif serta aturan yang berbelit-belit.

Selanjutnya: Porsi batubara dalam bauran energi meningkat pada RUPTL 2020-2029

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×