kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak poin-poin keberatan asosiasi petani tembakau Indonesia (APTI) terhadap FCTC


Selasa, 01 Juni 2021 / 18:20 WIB
Simak poin-poin keberatan asosiasi petani tembakau Indonesia (APTI) terhadap FCTC


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak WHO menetapkan 31 Mei sebagai Hari Tanpa Tembakau se-Dunia pada 1988, ragam pro dan kontra menyelimuti peringatan tersebut. Bagi pelaku usaha di industri rokok, peringatan hari tersebut mencederai akal sehat. Dikarenakan hingga hari ini, kretek sebagai produk olahan tembakau dan cengkeh khas Indonesia, telah menghidupi jutaan masyarakat Indonesia. 

Soeseno, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI)  mengatakan bahwa setidaknya 6 juta petani tembakau yang hidup dari sana. Ini masih ditambah dengan rumah tangga petani. Mereka semuanya bergantung dari hajat hidup tembakau di Indonesia. 

Salah satu perjanjian yang terus menggerus hajat hidup petani tembakau adalah FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Perjanjian tersebut berupaya hadir tidak hanya merisak melainkan juga mengendalikan tembakau. Soeseno pun menjelaskan kekhawatirannya apabila Indonesia meratifikasi FCTC. 

Baca Juga: Struktur tarif cukai tembakau yang kompleks hambat penurunan konsumsi rokok

“Salah satu dari artikel FCTC yaitu negara harus melakukan konversi ke tanaman lain agar nilai ekonominya tinggi. Jadi, konsumen rokok dibatasi, atau perokok itu hilang. Caranya, konsumen rokok harus ga ada maka perkebunan tembakau harus mati. No Tobacco, No Cigarette. Di mana-mana petani tembakau menjadi sasaran FCTC," jelasnya dalam keterangan resmi, Senin (31/5). 

Seosono menilai yang lebih mengerikan adalah jika Indonesia meratifikasi FCTC, negara tidak boleh berhubungan sama sekali dengan petani. Sungguh peraturan yang merusak hajat hidup orang banyak. Padahal, ada banyak daerah yang menggantungkan hidup dari tembakau. Sebut saja Madura, Jember, Temanggung, dan Nusa Tenggara Barat. 

Pernyataan senada diungkapkan salah satu petani cengkeh di Bali Utara, Komang Armada. Meskipun tanaman cengkeh dianggap lebih beruntung daripada tembakau, tapi tidak bisa dimungkiri bahwa cengkeh adalah komponen dari kretek. Cengkeh dan tembakau adalah perpaduan yang tidak terpisahkan. 

Oleh karena itu, apabila industri kretek mengalami penurunan maka hal tersebut berdampak kepada petani cengkeh. “Jadi, saya sangat prihatin karena cengkeh termasuk komoditas untuk kretek. Petani cengkeh akan terdampak dari regulasi, “ujar Komang Armada.

Petani adalah salah satu rangkaian dari industri kretek. Jika ada kenaikan cukai, sejujurnya yang sangat dirugikan adalah petani. Mereka harus menekan harga bahan baku. “Kalo pemerintah abai, dan petani tembakau dibiarkan, saya kira itu tidak adil. Hasil cukai diambil, tapi petaninya dibiarkan,” pungkas Soeseno.

Selanjutnya: Faisal Basri: Banyak pabrik rokok yang mempertahankan produksinya di golongan bawah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News





[X]
×