kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Simplifikasi cukai rokok dinilai bisa makin menekan bisnis IHT


Rabu, 27 Oktober 2021 / 15:07 WIB
Simplifikasi cukai rokok dinilai bisa makin menekan bisnis IHT
ILUSTRASI. Rokok.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dorongan agar pemerintah segera memberlakukan simplifikasi pada industri hasil tembakau (IHT) terus bergulir. Simplifikasi seperti apa yang hendak diterapkan pemerintah juga belum jelas. Sejauh ini ada dua konsep simplifikasi yang diperkirakan akan dipakai Pemerintah.

Pertama, berdasarkan jenis produk. Konsep ini pada dasarnya ingin nantinya hanya ada 2 jenis rokok saja yakni, buatan mesin dan buatan tangan. Kedua, berdasarkan golongan produk. Penggolongan produk, yang saat ini berjumlah 10, akan dikurangi menjadi setengahnya.

Kedua konsep simplifikasi ini mengharuskan semua pelaku IHT, dari golongan bawah hingga atas, membayar tarif cukai yang sama, meski volume produksi mereka jauh berbeda. Hal ini diprediksi akan membuat industri rokok kecil mati dan terpaksa gulung tikar, karena ketidakmampuan mereka membayar tarif cukai dengan nilai yang sama dengan produsen rokok besar.

Simplifikasi akan menciptakan pasar oligarki yang tidak sehat. Pihak-pihak yang menginginkan simplifikasi ini ingin agar pabrikan lain mati, karena akan membuat semua pabrikan dipaksa untuk membayar cukai tinggi, sehingga mereka berhadapan langsung dengan produsen terbesar yang tentunya akan menang dan menguasai pasar, sementara perusahaan di bawahnya akan rontok dan mati.

Baca Juga: Terdampak pandemi, rencana ekspansi bisnis Indonesian Tobacco (ITIC) terhambat

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menjelaskan bahwa masing-masing golongan rokok memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri. “Jika simplifikasi golongan cukai diberlakukan, ini justru akan mengganggu mekanisme pasar yang terbentuk secara ideal di tanah air,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (27/10).

Menurut Henry, dampak terbesar dari simplifikasi adalah bergugurannya pabrik rokok kecil dan menengah. “Buat industri yang ada di GAPPRI, kami kan mulai dari golongan besar sampai kecil, golongan 1, golongan 2, golongan 3. Kalau terjadi simplifikasi berarti golongan kecil harus naik ke atas, padahal pasarnya kan belum tentu sanggup. Ini akan membuat pabrik rokok kecil berguguran. Nah, ini nantinya justru akan diisi oleh rokok ilegal,” lanjutnya.

GAPPRI menganggap struktur tarif cukai yang sudah berlaku saat ini, baik pengaturan untuk SKM, SPM, maupun SKT itu adalah yang paling ideal. “Dengan kondisi sekarang ini, 10 layer IHT, khususnya kretek, sudah sangat ideal,” katanya. 

Henry menambahkan bahwa dari 2010 sebenarnya sudah terjadi simplifikasi dan terlihat sangat jelas kalau industrinya langsung turun secara drastis. “Harapan kami, industri ini tolong jangan diganggu lagi dengan regulasi-regulasi yang semakin memberatkan,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, dalam sebuah Konferensi Pers, Survei Rokok Ilegal di Indonesia, Minggu, 24 Oktober 2021, mengecam rencana simplifikasi tersebut. Ia menjabarkan beberapa dampak Simplifikasi, diantaranya Simplifikasi berpotensi menciptakan persaingan tidak sehat. 

Baca Juga: Wacana revisi PP 109 dinilai belum penuhi unsur partisipasi publik

Penggabungan layer sigaret putih mesin (SPM) dengan sigaret kretek mesin (SKM) pada golongan 2 diperkirakan akan menyebabkan penurunan volume rokok sebesar 2,12%. “Dampak lainnya, Simplifikasi juga berpotensi memunculkan oligopoli bahkan monopoli untuk segmen SPM. Penyederhanaan layer dan penggabungan golongan juga hanya akan menguntungkan pabrikan atau produsen besar,” tegasnya. 

Perihal Simplifikasi Tarif Cukai Hasil Tembakau juga mendapat sorotan dan kritikan tajam dari Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) provinsi Nusa Tenggara Barat, Sahminudin. Ia menilai bahwa selama ini kita telah dibohongi dan dibodohi dengan kata simplifikasi yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah penyederhanaan.

Selanjutnya: Ini sederet dampak jika tarif CHT dinaikkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×