Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Logistik merupakan urat nadi perekonomian yang menyatukan wilayah, menggerakkan perdagangan, dan menopang industri. Namun, sektor ini masih tersendat oleh birokrasi berbelit dan tumpang tindih kebijakan antar lembaga.
Pengamat bisnis dan praktisi logistik, Fauzan Fadel, menyebut Indonesia sebenarnya telah memiliki cetak biru seperti Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan National Logistic Ecosystem (NLE). Sayangnya, implementasinya kerap tersendat oleh ego sektoral dan lemahnya koordinasi. Di lapangan, kewenangan tersebar di berbagai instansi dengan sistem dan regulasi berbeda, tanpa integrasi yang memadai.
Akibatnya, biaya logistik Indonesia mencapai 23% dari PDB, jauh di atas negara ASEAN lain (12–15%). “Dampaknya, harga barang tinggi, daya saing industri melemah, dan investor ragu masuk,” kata dia dalam keterangannya, Jumat (1/8).
Fauzan menekankan perlunya audit dan harmonisasi regulasi logistik, penguatan koordinasi lintas sektor oleh Kemenko Perekonomian, serta pembangunan sistem logistik digital terintegrasi berbasis single window. Ia juga mendorong penyusunan roadmap logistik jangka panjang yang berbasis data dan melibatkan pemerintah pusat-daerah secara aktif.
Baca Juga: Biaya Logistik Tinggi Berpotensi Menghambat Daya Saing RI di Pasar Global
Menurutnya, logistik bukan sekadar pengiriman barang, melainkan strategi negara untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. Jika lembaga bisa bersinergi dan punya visi bersama, logistik bisa menjadi pendorong utama pertumbuhan nasional.
Sebagai negara kepulauan, tantangan logistik Indonesia sangat kompleks: biaya tinggi, ketimpangan infrastruktur, sistem transportasi yang terfragmentasi, dan digitalisasi yang rendah. Hingga 2025, biaya logistik diperkirakan masih 14,3% dari PDB, relatif tinggi secara global.
Solusi yang diusulkan Fauzan meliputi pembangunan platform logistik nasional berbasis 4PL yang mengintegrasikan transportasi, gudang digital, pelaku logistik lokal, serta didukung big data dan AI. Di sisi lain, efisiensi moda perlu diperkuat melalui perluasan angkutan barang via rel dan laut, pembangunan pelabuhan kecil dan pusat distribusi di luar Jawa, serta insentif perpindahan moda dari darat.
Digitalisasi juga penting. Indonesia perlu dashboard logistik nasional yang mencakup gudang, transportasi, pelabuhan, bea cukai, dan e-commerce. Sistem single window ini dapat memangkas waktu tunggu dan biaya tersembunyi.
Baca Juga: Distribusi Logistik di Ketapang–Gilimanuk Kembali Normal, 27 Kapal Disiagakan
Fauzan juga menyoroti tingginya biaya last-mile delivery, hampir 50% dari total biaya logistik. Solusinya meliputi titik pengambilan terdesentralisasi, smart routing berbasis AI, optimalisasi kurir lokal, serta penggunaan drone dan kendaraan listrik di wilayah terpencil.
Ia mendorong pembentukan Badan Otoritas Logistik Nasional untuk menyusun roadmap 2030, menyatukan BUMN logistik dalam satu holding, dan memberi insentif fiskal untuk digitalisasi dan moda ramah lingkungan.
Terakhir, transformasi logistik tak bisa terwujud tanpa SDM mumpuni. Ia mengusulkan pendirian Akademi Logistik Nasional berbasis digital untuk sertifikasi tenaga logistik dan pengembangan kurikulum vokasi berbasis teknologi dan e-commerce.
Dengan reformasi menyeluruh dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia berpeluang membangun sistem logistik yang efisien, terintegrasi, dan kompetitif secara global.
Selanjutnya: Mayora Perkuat Ekosistem Warung Tradisional, Dorong Stabilitas Ekonomi Mikro
Menarik Dibaca: DLH Jakarta Luncurkan Fitur eMaggot di Aplikasi eKSR, Sistem Digital Jual Beli Magot
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News