Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Emiten PT Budi Starch & Sweetener Tbk menargetkan pertumbuhan pendapatan antara 5% sampai 10% tahun ini. Produsen tepung tapioka, sweetener dan karung plastik tersebut mematok pertumbuhan setelah melihat persediaan bahan baku yang melimpah karena meningkatnya kualitas dan kuantitas panen singkong.
Alice Yuliana, Sekretaris Perusahaan PT Budi Starch & Sweetener Tbk bilang, panen singkong yang merupakan bahan dasar tapioka pada akhir tahun 2016 lalu akan mendongkrak kinerja perusahaannya.
Sebab, "Saat panen melimpah ruah, utilisasi pabrik tapioka kami akan meningkat. Apalagi kualitas singkongnya juga lebih baik dari sebelumnya," kata Alice, saat ditemui KONTAN, Rabu (5/4).
Panen yang melimpah juga berdampak kepada penurunan harga, ini lazim berlaku sesuai hukum ekonomi. Jika tahun 2015 lalu harga singkong mencapai Rp 1.000 per kilogram, maka pada musim panen yang terjadi akhir tahun 2016 lalu harga rata-rata singkong tersebut menurun menjadi Rp 700 per kilogram.
Karena harga dan turun dan kualitas panen lebih baik, emiten berkode saham BUDI di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut memutuskan untuk meningkatkan produksi. Asal tahu saja, singkong yang baru panen mesti cepat-cepat diolah menjadi tapioka dan bisa segera didistribusikan ke konsumen.
Produk tapioka yang dihasilkan Budi Starch kebanyakan dijual secara business to business ke perusahaan kertas dan juga perusahaan makanan. Namun sayang, Alice enggan menyebutkan nama perusahaan yang menjadi pelanggannya tersebut. "Penjualan kedua industri itu seimbang," kata Alice.
Untuk mengoptimalkan kinerja tahun ini, Budi Starch akan mengoptimalkan kinerja pabrik tapioka. Untuk itu, tahun lalu Budi Starch sukses mengakuisisi pabrik baru. Pabrik yang berlokasi di Ponorogo, Jawa Timur tersebut memiliki kapasitas terpasang sebesar 60.000 ton per tahun.
Karena ada penambahan pabrik, Budi Starch kini memiliki 15 pabrik tepung tapioka yang tersebar di beberapa daerah. Budi Starch juga memiliki empat pabrik sweetener yang berlokasi di Lampung, Subang, Krian, dan Solo. Selain itu, Budi Starch juga memiliki satu pabrik yang memproduksi karung plastik.
Adapun kapasitas terpasang dari semua pabrik milik perseroan ini mencapai 825.000 ton. "Tahun ini kami upayakan produksi dari pabrik yang ada dan belum ada rencana mengakuisisi lagi," terang Alice.
Tak sekadar menggenjot penjualan tapioka, tahun ini Budi Starch juga berusaha melakukan efisiensi dalam produksi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah, menekan biaya energi dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga biogas.
Untuk pembangkit biogas tersebut, Budi Starch mengandalkan pengolahan sisa bahan baku singkong menjadi gas. Dengan biogas tersebut, masalah energi Budi Starch bisa terpecahkan. "Biaya energi untuk produksi kami antara 5% sampai 10%," kata Alice.
Merujuk laporan keuangan tahun 2016 lalu, Budi Starch mengantongi pendapatan senilai Rp 2,47 triliun, atau naik 3,8% dibandingkan periode sebelumnya senilai Rp 2,37 triliun. Sedangkan laba tercatat senilai Rp 33,6 miliar atau naik 71% ketimbang laba periode tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp 19,6 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News