kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

SKB Lima Menteri Tak Berlaku Bagi Pengusaha Sektor Perdagangan


Jumat, 08 Agustus 2008 / 21:43 WIB
SKB Lima Menteri Tak Berlaku Bagi Pengusaha Sektor Perdagangan


Reporter: Rizky Herdiansyah,Danto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Nasib pengusaha perdagangan sepertinya lebih beruntung ketimbang pebisnis industri. Ratusan pengusaha industri terpaksa mengalihkan jam kerja ke Sabtu dan Minggu demi mengikuti Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri tentang hemat energi sektor industri, sejak 31 Juli 2008.

Tapi penerapan SKB tak berlaku bagi pengusaha sektor perdagangan. Pemerintah membatalkan penerapan SKB lima menteri untuk pengusaha mal, hotel, dan perkantoran. Padahal, pembahasan sudah separuh jalan. Target penerapannya malah harus bisa berjalan medio Agustus ini. Sebagai gantinya, pemerintah akan memfasilitasi kesepakatan business to business antara pengusaha dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menyatakan, pemerintah menganggap masih belum perlu ada SKB untuk sektor perdagangan. "Tanpa SKB pun, pengusaha juga telah berhemat, seperti pakai pendingin ruangan pada suhu 25 derajat celcius atau pengurangan pengunaan lampu," kata Mari, hari ini (08/08).

PLN Tetap Jalan dengan Programnya

Semantara Direktur Jawa Bali PLN Murtaqi Syamsuddin mengungkapkan, kendati SKB sektor perdagangan batal, PLN akan tetap melanjutkan penghematan energi untuk pengusaha mal, perkantoran, dan hotel. "Sebagai gantinya, pekan depan kami akan keluarkan surat edaran agar pengusaha tetap hemat listrik," terang Murtaqi.

Murtaqi menambahkan, salah satu isi surat edaran itu, PLN tetap akan meminta pengusaha memakai genset dua hari dalam sepekan saat beban puncak. Untuk pengusaha perkantoran antara pukul 12.00 hingga 17.00, sedang pengusaha mal dan perhotelan mulai pukul 17.00 sampai 22.00. "Inilah kesepakatan business to business-nya," tandas Murtaqi.

PLN tampaknya memilih tutup kuping. Soalnya, permintaan penggunaan genset inilah yang selama ini jadi polemik antara PLN dan pengusaha. "Pengusaha masih tidak setuju menggunakan genset dua kali sepekan, mereka minta subsidi solar, dan kemudahan penyediaan bahan bakar solar," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Subagyo, hari ini.

Menurut Tutum Rahanta Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) penggunaan genset akan menimbulkan pembengkakan biaya. "Kecuali ada insentif, seperti bahan bakar solar subsidi untuk genset," tambah Tutum. Pengusaha lebih memilih mengkonsumsi listrik saat beban puncak yang hanya bengkak 50% dari kondisi normal. Jika diganti dengan genset, biaya bengkak tiga kali lipat.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan menambahkan, pengusaha mustahil memenuhi permintaan PLN agar memakai genset dua kali sepekan. Pembengkakan biaya akibat penggunaan genset berkisar 21%-27%. Ini bisa berakibat pengurangan karyawan hingga 500.000 tenaga kerja. Jika boleh memilih, kata Stefanus, pengusaha pusat perbelanjaan lebih pilih menghemat dengan mengurangi penggunaan listrik di saat beban puncak. "Sehingga beban PLN bisa berkurang tanpa berdampak negatif terhadap industri ritel," tambah Stefanus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×