Reporter: Andy Dwijayanto, Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini
PEKANBARU. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan peraturan tentang bagi hasil minyak dan gas bumi memakai skema gross split akan diterbitkan Januari 2017. Sebab ia menilai dengan bagi hasil tersebut akan lebih adil untuk negara dan juga kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Sebagai catatan skema gross split ini menggantikan skema lama production sharing contract (PSC) dalam kerjasama dengan KKKS. Dengan gross split porsi bagi hasil migas dilakukan sejak awal kontrak, dan pemerintah tidak harus menanggung ongkos pengangkatan minyak dan gas alias cost recovery. Konsekuensi dari sistem ini, porsi bagi hasil yang diterima pemerintah lebih kecil lantaran tak lagi menanggung cost recovery. Sebab semua biaya akan ditanggung KKKS.
Ignasius Jonan, Menteri ESDM, menilai, skema gross split ini membuat lebih ringkas dibandingkan dengan skema PSC. Dengan gross split KKKS bisa mencari alternatif biaya paling efisien untuk eksplorasi produksinya. Dengan skema ini KKKS bisa fokus meningkatkan produksi minyak ketimbang harus berdebat soal bagi hasil.
Selain itu agar bisa memacu produksi, dalam skema gross split nanti, pemerintah akan memberikan insentif bagi KKKS. Tapi dengan catatan jika mereka mau menggunakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). "Misalnya penggunaan TKDN minimal 10% dari investasi, bagi hasilnya bisa ditambah 1%-2%. Onshore dan offshore beda insentif, brownfield sama greenfield beda, kami bikin simpel, agar orang tidak cari celah," katanya, Sabtu (17/12).
Selain itu, pemerintah ingin mengatur detil proyek meneken kontrak dengan KKKS. Contohnya penetapan plan of development (PoD) terdiri dari cadangan yang disepakati, kapan dibangunnya, jangka waktu pembangunan, dan investasinya. Dari sini pemerintah memiliki simulasi setelah produksi keluar apakah pembagiannya 60:40 atau 70:30.
Bedanya, KKKS boleh menunjuk sendiri kontraktor Engineering, Procurement, and Construction (EPC), termasuk dengan penggunaan teknologi dan peralatan yang dibutuhkan untuk produksi.
Lebih efisien
Jonan berharap dengan skema baru ini, KKKS bisa melakukan efisiensi lantaran hanya fokus untuk produksi. Ia menilai, saat ini dengan rata-rata bagi hasil 10% dalam PSC, kontraktor kurang peduli untuk mengerek produksinya.
Amin Sunaryadi, Kepala SKK Migas menambahkan, dengan gross split, nantinya penawaran blok sudah ditetapkan pada saat membuat PoD. Karena itu, rencana pengembangan blok bukan lagi menjadi pilihan yang menjadi perdebatan layaknya skema produksi Blok Masela.
Menurut Amin, pembagian hasil juga tidak baku, ada skema simulasi yang perlu diperhitungkan secara keekonomian sesuai lapangan. "Keselamatan, produksi, dan hal lainnya akan tetap menjadi domain SKK migas untuk mengawasi," ungkap dia.
Hanya saja kapan akan memulai skema baru ini, Amin belum bisa memastikan, termasuk di blok mana skema ini akan diterapkan perdana.
Executive Director Indonesia Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong mengatakan, pihaknya berharap bahwa penerapan skema gross split tersebut, lebih baik digunakan untuk kontrak baru. Sedangkan untuk kontrak lama sifatnya perpanjangan ataupun kontrak lama yang expired dan kemudian mendapat kontrak baru sebaiknya KKKS mendapatkan pilihan apakah ingin memakai skema PSC atau gross split.
"Pemerintah yang akan menentukan, tetapi saat ini IPA sedang diajak berdiskusi soal gross split ini dan sedang melakukan analisa untuk sistem gross split ini," ungkap dia ke KONTAN, Minggu (17/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News