kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Skema pengadaan PLTS skala besar, IERS: RI harus belajar dari India, Brasil, dan UEA


Jumat, 20 Agustus 2021 / 07:35 WIB
Skema pengadaan PLTS skala besar, IERS: RI harus belajar dari India, Brasil, dan UEA


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute For Essential Services Reform (IESR) menilai, perlu ada pembenahan dalam pengadaan PLTS skala besar di Indonesia demi memperoleh harga listrik yang kompetitif.

Studi terbaru IESR berjudul “Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia” mengungkap skema lelang yang diadopsi selama ini belum efektif menurunkan harga beli listrik dari PLTS.

Hasil studi memperlihatkan, salah satu penyebab kurang efektifnya sistem lelang PLTS skala besar di Indonesia adalah belum adanya perencanaan di sistem ketenagalistrikan untuk memanfaatkan energi surya skala besar dalam orde gigawatt.

Hal ini mempengaruhi volume dan jumlah proyek PLTS yang hendak dilelangkan. Selain itu, praktik pengadaan belum cukup transparan sehingga menyulitkan calon penawar untuk ikut serta dalam proses pelelangan.

Baca Juga: AESI bantah pengembangan PLTS Atap rugikan PLN

Selama ini, lelang tenaga surya di Indonesia masih untuk kapasitas yang berukuran kecil, tersebar, jarang, dan biasanya dilakukan dalam lelang putus/individual sehingga memberikan sinyal buruk bagi investor atau lembaga keuangan untuk menyediakan modal yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.

Tidak hanya itu, kebijakan dan regulasi pendukung di Indonesia terhadap pembangunan PLTS skala besar, terutama dalam proses pelelangan, masih kurang menarik atau bahkan menghambat pengembangan instalasi surya.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan, pelelangan PLTS skala besar di Indonesia sangat terpaku pada ketentuan tata cara pelelangan barang dan jasa yang berlaku juga untuk PLN, yaitu tender umum, tender terbatas, penunjukan langsung dan pengadaan langsung, dengan berbagai ketentuan tambahan misalnya syarat TKDN.

Metode pelelangan ini dinilai kurang cocok untuk mendapatkan harga yang sangat kompetitif untuk pengembangan PLTS skala besar.

"Apalagi proses pengadaan juga sangat ditentukan oleh proses lelang PLN, yang tidak terjadwal rutin, dan ukuran proyek yang relatif masih kecil di bawah 100 MW per unit. Perlu dipikirkan perubahan cara lelang untuk PLTS sehingga mendapatkan harga yang kompetitif, kualitas yang prima, dan proyek yang bankable,” kata Fabby dalam keterangan resmi, Kamis (19/8).

Baca Juga: ESDM pastikan telah pertimbangkan dampak revisi Permen PLTS Atap terhadap PLN

Fabby menilai, Pemerintah Indonesia perlu belajar dari keberhasilan sejumlah negara yang menerapkan tata cara pelelangan (auction) untuk PLTS skala besar, di antaranya India, Brasil, dan Uni Emirat Arab (UEA).

Ketiga negara ini mampu mencatatkan beberapa harga pemecah rekor yang ditawarkan oleh penawar lelang. Persamaan dari ketiga negara tersebut adalah adanya target yang terintegrasi dalam perencanaan sistem ketenagalistrikan dan pelelangan yang dilakukan secara terjadwal.

Penulis Laporan “Hitting Record-Low Solar Electricity Prices in Indonesia” Daniel Kurniawan mengungkapkan hal yang paling penting untuk mendorong  perkembangan PLTS skala besar adalah perencanaan sistem ketenagalistrikan yang memprioritaskan PLTS dalam rencana penambahan kapasitas pembangkit.

"Kemudian disertai dengan agregasi permintaan (kapasitas yang akan ditawarkan) untuk kemudian dilelangkan secara terjadwal dan terencana dalam jangka menengah (3–5 tahun, misalnya) dan tidak sporadis. Skala keekonomian proyek juga menjadi kunci dalam penurunan harga penawaran suatu lelang PLTS IPP," terang Daniel.

Adanya standar lelang yang transparan, diikuti dengan jadwal pelelangan yang konsisten terbukti membantu menarik jumlah penawaran. Ketiga negara juga menyediakan akses informasi proses pelelangan untuk umum.

Baca Juga: Pengembangan PLTS Atap diharapkan tak bebani APBN dan PLN

Komitmen kuat ketiga negara tersebut dalam mendukung pengembangan tenaga surya ditunjukkan dengan mendirikan lembaga baru atau meningkatkan kapasitas lembaga yang sudah ada yang bertugas melakukan seluruh proses pengadaan.

Pemerintah ketiga negara juga berperan penting dalam pengurangan risiko proyek dan biaya transaksi untuk mendorong penawaran menjadi semakin kompetitif.

Ditinjau dari sisi regulasi pendukung, mereka juga memuat persyaratan seperti memasukkan kearifan lokal sehingga selain dapat mendorong pengembangan solar skala besar, juga melindungi industri lokal.

IESR pun merekomendasikan sejumlah poin penting terutama dalam replikasi kebijakan ketiga negara tersebut.

Pertama, menetapkan target yang ambisius dan jelas seperti program surya nasional yang terintegrasi dengan perencanaan sistem ketenagalistrikan untuk dilakukan pengadaan melalui pelelangan terencana (systematic auction).

Program surya nasional yang terintegrasi dan dapat dieksekusi menunjukkan komitmen pemerintah untuk pengadaan PLTS skala besar, mengirimkan sinyal positif kepada pemain internasional jangka panjang dalam energi surya, dan menciptakan pasar PLTS yang kompetitif di Indonesia.

Baca Juga: Komisi VII DPR: Regulasi PLTS Atap berpotensi merugikan keuangan negara

"Tentu saja, program tersebut tidak harus terbatas hanya untuk PLTS skala besar atau PLTS IPP tetapi dapat juga diperluas ke segmen lain seperti PLTS terdistribusi (PLTS atap), sebagai wujud pelaksanaan amanat Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 untuk memasang solar rooftop pada gedung-gedung pemerintah, maupun PLTS di luar jaringan (off-grid)," kata Daniel.

Kedua, mendukung pengembangan proyek PLTS untuk mengurangi risiko proyek dan meningkatkan peluang kredit usaha dari bank (bankabilitas).

Ketiga, menetapkan standar lelang dan PPA yang memenuhi persyaratan bank, serta mengubah klausul terkait biaya interkoneksi (komponen E) dalam Peraturan Menteri ESDM 50/2017 untuk mempercepat penandatanganan PPA.

Keempat, menciptakan pasar lelang PLTS terpisah untuk proyek dengan ketentuan memasukkan kearifan lokal. Kelima, melakukan sentralisasi proses pelelangan dan mengalihkan kewenangan lelang kepada suatu juru lelang independen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×