Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai kehadiran beleid pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan gas alam cair (LNG) menjadi angin segar bagi pelaku usaha.
Plt Kepala Divisi dan Program Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengungkapkan, kebijakan ini disambut baik SKK Migas dan pelaku usaha industri LNG.
"Aturan ini menjadi angin segar bagi produsen, penjual, dan pembeli LNG domestik," kata Susana dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (4/9).
Asal tahu saja, kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. PP tersebut ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Agustus 2020 lalu.
Susana melanjutkan, dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) maka Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena semua penyerahan yang dilakukan merupakan non barang kena pajak (BKP).
Baca Juga: Pemerintah bebaskan PPN untuk LNG, PGN (PGAS): Konsumen akan lebih diuntungkan
Namun, sejak terbitnya Putusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2018 sebagai hasil judicial review yang diajukan oleh PT Donggi Senoro, LNG telah berubah menjadi BKP yang dikenai PPN.
Susana menambahkan, kehadiran kebijakan yang baru mengatasi sejumlah dampak yang sebelumnya jadi perhatian para pelaku usaha hulu migas.
"Dampak sebelumnya antara lain, menjadikan Kontraktor KKS sebagai pihak yang menyerahkan LNG, wajib dikukuhkan sebagai PKP yang berpotensi mengganggu mekanisme pengembalian PPN yang seharusnya berlaku sesuai kontrak," ujar Susana.
Selain itu, terdapat kendala saat kontrak jual beli LNG yang tengah berjalan dan belum memasukkan unsur PPN dalam komponen harga kontrak. Beban tambahan PPN tersebut dapat menjadi perkara komersial antara kedua belah pihak.
Tak hanya itu, pihaknya menilai, sebelumnya PLN sebagai salah satu pihak Pembeli LNG juga harus menanggung biaya tambahan 10% PPN. Kondisi ini berpotensi mengakibatkan penambahan beban subsidi Pemerintah ataupun dapat mengakibatkan kenaikan harga listrik yang akan memberatkan masyarakat luas sebagai pengguna PLN.
"Terbitnya PP ini memberikan kepastian hukum dan meminimalisir dampak negatif yang dapat timbul bagi Pemerintah," kata Susana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News