Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyerapan gas ke dalam negeri diakui SKK Migas masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya infrastruktur distribusi gas. Menurut Rystad Energy jika pengembangan gas tidak dilakukan dari sekarang, Indonesia berpotensi sebagai pengimpor gas karena tidak bisa memenuhi kebutuhan energinya di masa yang akan datang.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, mengungkapkan, produksi gas dari lapangan-lapangan migas di Indonesia masih sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan oleh pasar dalam negeri, termasuk sektor industri yang memiliki peranan besar dalam menggerakkan roda perekonomian.
Jaminan ketersediaan pasokan gas bagi industri, terutama industri pengolahan, menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh investor sebelum menanamkan modal di suatu daerah atau kawasan di Indonesia.
“Kami akan terus mendorong industri dalam negeri untuk bisa memanfaatkan gas kita,” kata Kurnia dalam keterangan resmi, Selasa (15/8).
Baca Juga: SKK Migas Andalkan Blok Masela Untuk Pasokan Gas Lebih Moncer Setelah 2030
Hanya saja, masih ada beberapa tantangan agar produksi gas nasional bisa terserap secara optimal oleh sektor domestik.
Diperlukan penguatan infrastruktur yang mampu mendukung pemrosesan, distribusi dan penerimaan gas ke pasar domestik
Selain itu, perlu juga adanya kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan lapangan-lapangan gas sehingga kebutuhan gas bumi selama masa transisi energi bisa terpenuhi.
Country Head Indonesia Rystad Energy, Sofwan Hadi menyatakan, pengembangan gas khususnya infrastruktur pendukung sangat penting dilakukan mulai sekarang.
“Apabila investasi untuk pengembangan gas, termasuk infrastruktur pendukung, tidak dimulai dari sekarang, pada satu titik di masa depan, Indonesia bisa menjadi net importer gas,” ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyatakan skenario terburuk di mana Indonesia net importer gas tidak berlaku jika bisa mencapai target 12 BSCFD di 2030.
“Artinya dengan berhasilnya eksplorasi di Andaman, di Agung, terus kita juga kembangkan di Warim dan tempat lain, saya kira saya optimistis kalau itu tercapai. Posisi di 2040 juga masih oke kita,” ujarnya saat ditemui di sela-sela acara IPA Convex 2023, (26/7).
Justru, lanjut Tutuka, ada sejumlah tantangan yang dihadapi sektor gas saat ini yakni optimalisasi penyerapan ke domestik. Menurutnya diperlukan pengembangan permintaan gas di dalam negeri melalui hilirisasi.
Menurutnya jika program hilirisasi berjalan baik, permintaan gas akan bertambah dan menjadi fondasi yang bagus untuk kemandirian energi Indonesia.
Baca Juga: Harga Gas di Hulu Naik, SKK Migas Beri Penjelasan
Berdasarkan proyeksi yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kebutuhan gas di dalam negeri akan terus naik. Di 2025 diperkirakan kebutuhannya mencapai 44,8 million ton oil equivalent (MTOE). Di 2050, volume kebutuhan gas diperkirakan naik menjadi 113,9 MTOE.
Guna mencukupi kebutuhan tersebut, dibutuhkan pasokan gas bumi sebesar 89,5 MTOE atau setara 9.786,7 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) di 2025 dan 242,9 MTOE atau setara 27.013,1 MMSCFD di 2050.
Agar pasokan energi yang bersumber dari gas bumi tetap terjamin, RUEN mengamanatkan pengurangan porsi ekspor gas bumi menjadi kurang dari 20% di 2025 dan penghentian ekspor gas bumi paling lambat di 2036.
Amanat itu dijalankan dengan menjamin penyerapan produksi gas dalam negeri untuk industri yang terintegrasi hulu-hilir, transportasi, dan sektor lainnya. Sejauh ini, gas bumi yang diproduksi oleh lapangan-lapangan migas di Indonesia sudah terserap sebesar 65% untuk sektor domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News