Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Adapun, SKK Migas menyoroti dua hal penting dalam pelaksanaan proyek JTB yakni aspek konstruksi dan delivery oleh vendor, khususnya yang bersifat long lead item dan dikerjakan di luar negeri seperti sulfuric acid unit di Kanada dan Acid gas incrinerator di India.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno ketika dikonfirmasi secara terpisah bilang ada potensi keterlambatan proyek, kendati demikian pihaknya terus mengupayakan kordinasi dengan kontraktor dan subkontraktor.
"Pertamina juga akan segera mengisi posisi-posisi kunci di Project Management Team (PMT) PEPC seperti posisi General Manager, Senior Project Manager, Expeditors dan Quantity Inspectors atau Surveyors," terang Julius kepada Kontan.co.id, Minggu (15/3).
Baca Juga: Menteri ESDM minta peningkatan produksi migas dioptimalkan
Julius menambahkan dengan adanya wabah virus corona, keberlangsungan proyek diyakini belum begitu terdampak. Hal ini mengingat, KKKS telah memiliki rencana keberlanjutan bisnis yang dapat dilakukan. "Sebagai konsekuensi ya mungkin akan ada dampak negatif ke proyek, tetapi kan harus selalu dicari jalan keluar terbaiknya," terang Julius.
Adapun, pada tahun 2019 pasokan gas existing untuk Jawa Timur dan Jawa Tengah sekitar 620 MMscfd dengan permintaan mencapai sekitar 800 MMscfd.
Mengingat permintaan gas Jawa Timur dan Jawa Tengah meningkat pesat menjadi sekitar 1.100 MMSCFD di tahun 2022, SKK Migas menilai proyek JTB menjadi sangat penting dan butuh dukungan berbagai pihak agar dapat selesai tepat waktu dengan biaya yang efisien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News