Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan perlu investasi mencapai US$ 187 miliar demi mencapai target produksi yang dicanangkan pemerintah.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan demi mencapai target produksi minyak 1 juta barel oil per day (bopd) dan gas 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 mendatang maka membutuhkan investasi mencapai US$ 187 miliar.
"Kami perkirakan industri hulu migas bisa tarik investasi total US$ 187 miliar dengan total gross revenue US$ 371 miliar dan proyeksi pendapatan negara mencapai US$ 131 miliar," ujar Dwi dalam Konferensi Pers Virtual, Rabu (28/4).
Baca Juga: Anak usaha Surya Semesta Internusa (SSIA) gandeng Xurya dorong pemanfaatan EBT
Dwi menambahkan demi mencapai target tersebut, industri hulu migas dihadapkan pada sejumlah tantangan antara lain rumitnya perizinan hingga tumpang tindihnya peraturan ditingkat daerah dan pusat Selain itu, pada kuartal I 2021 produksi minyak rerata baru mencapai 679,5 ribu bopd dan gas sebesar 6.748 MMSCFD.
Sejumlah upaya telah dilakukan demi mempercepat proses perizinan hingga memberikan kepastian investasi. Selain itu, ketersediaan data bagi investor juga dinilai menjadi kunci untuk menarik investasi.
Dwi pun menargetkan ketersediaan data dapat tuntas seluruhnya pada akhir 2024 mendatang. Menurutnya, masih banyak potensi migas yang dapat dimaksimalkan demi meraih target produksi di tahun 2030 nanti.
Senada, Sekretaris SKK Migas Taslim Yunus mengungkapkan penetapan target produksi 1 juta bopd dan 12 BSCFD ini merujuk pada jumlah konsumsi di 2030 yang diprediksi mencapai 2,27 juta BOPD dan 11,7 BSCFD.
"Jadi kalau dilihat angka konsumsi maka 1 juta BOPD belum penuhi semua kebutuhan minyak di dalam negeri. Juga gas luar biasa sampai hari ini banyak ditemukan gas," ujar Taslim dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Wamen BUMN: PLN menjadi penyedia listrik Blok Rokan di 2024
Meski begitu, Taslim tak menampik upaya mencapai target produksi di 2030 bukan tanpa halangan. Taslim mengungkapkan harga minyak mengalami fluktuasi bahkan sempat anjlok sehingga membuat produksi dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan. Hal ini juga dipengaruhi berkurangnya investasi pada kegiatan eksplorasi dan pengembangan lapangan baru.
Taslim menjelaskan, sejumlah perusahaan migas dunia memutuskan untuk memangkas investasi dengan kisaran 20% hingga 30%. Apalagi, eksplorasi mayoritas dilakukan pada lapangan tua sehingga lapangan maupun potensi cekungan baru masih banyak yang belum tergarap.
Untuk Indonesia sendiri, Taslim menilai upaya peningkatan eksplorasi ke depannya bakal berpusat di Kawasan Indonesia Timur. "Ke depan Indonesia Timur jadi tujuan yang potensial," jelas Taslim.
Selanjutnya: Polemik pasokan gas untuk pipa Cirebon-Semarang (Cisem), ini kata SKK Migas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News