kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.894.000   23.000   1,23%
  • USD/IDR 16.424   4,00   0,02%
  • IDX 7.156   61,65   0,87%
  • KOMPAS100 1.042   11,99   1,16%
  • LQ45 813   10,32   1,29%
  • ISSI 224   1,28   0,58%
  • IDX30 424   4,95   1,18%
  • IDXHIDIV20 505   2,98   0,59%
  • IDX80 117   1,42   1,22%
  • IDXV30 119   0,29   0,25%
  • IDXQ30 139   1,52   1,11%

Soal pangan, Indonesia belum siap hadapi MEA


Kamis, 03 Oktober 2013 / 11:18 WIB
Soal pangan, Indonesia belum siap hadapi MEA
ILUSTRASI. Berikut hal-hal yang dapat menyebabkan lantai keramik di rumah retak dan pecah.


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Indonesia dinilai belum siap bertarung di pasar bebas ASEAN atau yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang.

Ketua Asosiasi Hortikultura dan Kedelai Indonesia, Benny Kusbini mengatakan, untuk urusan kedaulatan pangan saja Indonesia masih sangat labil, dan tergantung impor dari negara-negara tetangga.

"Kita harus hati-hati. Kalau melihat kondisi sekarang, saya melihatnya kita hanya akan menjadi penonton," kata dia dalam diskusi yang bertajuk Ketahanan Pangan di Tahun Politik, di Rumah Gagasan PAN, di Jakarta, Rabu (2/10).

Ia mencontohkan, negara Kamboja yang disebutnya seperti Indonesia di era 1965 saja bisa menjadi negara eksportir beras. Hal ini berkebalikan dengan Indonesia yang sepanjang 2011 lalu mengimpor 3 juta ton beras.

Selain beras, Benny juga menunjukkan angka-angka importasi berbagai komoditas pangan seperti jagung (2,8 juta ton), kedelai 1,8 juta ton, sapi (480 ribu ekor), susu (3,8 juta liter), beras ketan (150 ribu ton), dan beras broke (200 ribu ton).

Komoditas lainnya yakni hortikultura senilai US$ 1,7 miliar, soybean meal (2 juta ton), gula (2,6 juta ton), bawang merah (400 ribu ton), bawang putih (600 ribu ton), meat bone meal (500 ribu ton), serta garam (34 ribu ton per minggu).

"Gandum juga impornya tinggi 6 juta ton per tahun. Betul kita berhasil diversifikasi pangan, namun itu dari beras ke gandum. Makanya saya tidak suka mie instan," sebut Benny.

Benny yang juga sebagai Ketua DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengatakan, ada kaitan erat antara ketahanan pangan dengan kebijakan yang diambil pemerintah. Implikasi dari arah kebijakan itu bisa dilihat dari perilaku para pengusaha.

"Kalau pengusaha kita mikirnya, apa yang bisa diimpor. Kalau kita diskusi sama orang luar, mereka tanyanya apa yang Anda butuh dari saya, saya ada," kata dia. (Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×