kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Solar Subsidi (Biosolar) Langka, Ini Penyebabnya Menurut Pertamina


Selasa, 29 Maret 2022 / 09:06 WIB
Solar Subsidi (Biosolar) Langka, Ini Penyebabnya Menurut Pertamina
ILUSTRASI. Foto udara sejumlah truk mengantre untuk mengisi bahan bakar solar bersubsidi di SPBU Paal Lima, Kota Baru, Jambi, Jumat (25/3/2022). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.


Reporter: kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Kenaikan harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil sempat menyebabkan kelangkaan minyak goreng. Setelah pasokan minyak goreng normal karena kebijakan harga eceran tertinggi dicabut (HET), giliran bahan bakar minyak (BBM) jenis biosolar atau solar subsidi langka. Biosolar atau solar subsidi juga menggunakan bahan baku minyak sawit..

Kelangkaan biosolar atau solar subsidi terjadi di berbagai daerah perkebunan dan pertambangan. Truk-truk angkutan harus antre berjam-jam di SPBU untuk mendapatkan biosolar atau solar subsidi.

Daerah yang mengalami kelangkaan biosolar atau solar subsidi antara lain di Balikpapan, Jambi, Padang, dll.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menduga adanya penyelewengan penggunaan solar subsidi oleh industri besar, seperti perusahaan tambang dan sawit. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kelangkaan solar subsidi.

Ia mengungkapkan dugaan tersebut nampak dari meningkatkan penjualan solar hingga mencakup 93 persen, sementara penjualan solar non-subsidi atau Dex Series menurun menjadi hanya 7 persen.

"Ini yang harus kita lihat, apakah betul ini untuk industri logistik dan industri yang tidak termasuk industri besar? Antrean-antrean yang kita lihat ini, kelihatannya justru dari industri-industri besar seperti sawit, tambang. Ini yang harus ditertibkan," ungkap Nicke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022).

Dia menjelaskan, mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, ada ketentuan terkait transportasi yang bisa dan tidak bisa menggunakan solar subsidi. Adapun dalam beleid itu mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6 tidak bisa menggunakan solar subsidi. "Jadi itu sebanyak 93 persen, termasuk (industri tambang dan sawit), harusnya tidak meng-cover tambang dan sawait. Ini yang kami duga," katanya.

Baca Juga: Program B30 Bikin Harga Minyak Goreng Meroket?

Nicke mengatakan, hingga saat ini Pertamina terus mendistribusikan solar subsidi guna mengurai antrean panjang kendaraan yang terjadi di sejumlah SPBU. Bahkan, penyaluran per Februari 2022 sudah melebihi kuota sekitar 10 persen, dari yang seharusnya 2,27 juta kilo liter (KL) menjadi 2,49 juta KL.

"Kami memahami bahwa sekarang industri tumbuh, maka kita tetap suplai, walaupun sekarang sudah over kuota, per bulan kan ada kuota. Tapi sudah over 10 persen sampai dengan Februari," imbuhnya.

Oleh sebab itu, menurut Nicke, dibutuhkan petunjuk teknis dari pemerintah untuk bisa mengantisipasi potensi penyelewengan solar subsidi. Hal ini guna memastikan bahwa penyaluran solar subsidi bisa tepat sasaran sehingga tidak mengalami kelangkaan.

"Solar subdisi memang ada aturannya di Perpres (Peraturan Presiden), tapi mungkin perlu ada level Kepmen (Keputusan Menteri) yang mengatur petunjuk teknis untuk bisa digunakan di level lapangan," ungkap dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Solar Langka, Dirut Pertamina Duga Ada Penyelewangan Perusahaan Sawit dan Tambang",


Penulis : Yohana Artha Uly
Editor : Akhdi Martin Pratama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×