Reporter: Amalia Nur Fitri, Leni Wandira | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) menilai penutupan permanen PT Sritex Tbk mencerminkan kegagalan pemerintah dalam mengelola industri padat karya selama satu dekade terakhir.
Ketua Umum Apsyfi, Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa berhentinya operasional Sritex dapat melemahkan ekosistem industri tekstil karena perusahaan ini memiliki peran di seluruh rantai produksi, dari hulu hingga hilir.
"Sritex memiliki pengolahan bahan baku seperti rayon, yang sudah kolaps pada 2023. Mereka juga berperan di bagian midstream dalam produksi benang dan kain. Jika sektor ini kolaps, serapan bahan baku di industri hulu berkurang, yang otomatis mengurangi pasokan ke industri hilir," ujar Redma kepada KONTAN.
Baca Juga: Diskon 50% Iuran JKK Diharapkan Jaga Keberlangsungan Usaha Industri Padat Karya
Ia menambahkan bahwa melemahnya rantai industri tekstil dan produk tekstil (TPT) semakin nyata meskipun Apsyfi telah berulang kali menyampaikan keluhan serta berdialog dengan pemerintah. Namun, hingga kini belum ada langkah konkret untuk menyelamatkan industri ini.
Menurut Apsyfi, maraknya impor ilegal dan masuknya barang murah sejak pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama krisis industri TPT. Lemahnya perlindungan pasar domestik turut memperburuk situasi.
"Setelah Covid-19, kondisi industri sempat membaik. Namun, masuknya barang impor ilegal dan sulitnya ekspor akibat faktor geopolitik membuat kami kewalahan," kata Redma.
Di sisi lain, pelaku industri tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang sektor tekstil nasional.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa, menilai bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia juga dialami oleh negara-negara lain di ASEAN.
Baca Juga: Soal Diskon 50% Iuran JKK untuk Industri Padat Karya, Ini Kata Buruh
"Dengan kolaborasi dan strategi yang tepat, kita optimistis industri TPT nasional dapat kembali pulih," ujarnya.
Direktur Eksekutif API, Danang Girindrawardana, berharap pemerintah, dunia usaha, dan pekerja dapat bersinergi untuk memperbaiki ekosistem industri.
"Indonesia harus terus berbenah agar industri padat karya ini tetap mampu menyerap tenaga kerja yang terus bertambah setiap tahunnya," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat industri tekstil dan fesyen dunia.
"Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produktivitas dan memperbaiki citra industri agar lebih kompetitif," tambah Danang.
Selanjutnya: Seberapa Penting Anak Muda Belajar DNA? Simak Penjelasannya Berikut yuk
Menarik Dibaca: Seberapa Penting Anak Muda Belajar DNA? Simak Penjelasannya Berikut yuk
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News