kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Standar izin pembangunan rumah akan disetarakan


Selasa, 15 September 2015 / 17:41 WIB
Standar izin pembangunan rumah akan disetarakan


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pemerintah mempertimbangkan untuk menyetarakan perizinan pembangunan rumah khususnya rumah sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, saat ini setiap daerah memiliki jumlah perizinan yang berbeda.

"Perizinan, menurut data kita, ternyata tidak semua kota sama. Manado 14 perizinan, DKI Jakarta ada 13 perizinan, tapi ada juga yang hanya 5-6 perizinan. Itu akan distandardisasi melalui paket regulasi," ujar Basuki di Jakarta, Selasa (15/9).

Standardisasi ini, kata Basuki, akan dituangkan dalam Peraturan Menteri (Permen). Permen ini akan mengatur perizinan apa saja yang ditempuh pengembang untuk membangun rumah di daerah manapun di Indonesia.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penyediaan perumahan Syarif Burhanuddin mengatakan, saat ini prosesnya masih pada tahap Forum Group Discussion (FGD) dengan organisasi pengembang Realestat Indonesia (REI).

Dia menyebutkan, saat ini jumlah perizinan mencapai 42 jenis di Indonesia, antara lain Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/ Lahan (SP3L), Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT), Keterangan Rencana Kota (KRK), Izin Lokasi, Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan Surat Pengesahan Siteplan. Perizinan-perizinan ini, kata Syarif, memiliki uraian atau persyaratan tambahan.

Contohnya, Rencana Tata Ruang bisa dikeluarkan oleh gubernur atau bupati tergantung besaran lahan yang akan digarap pengembang. Jika lebih dari 5.000 meter persegi, diurus oleh gubernur, sedangkan di bawah 5.000 meter persegi diurus oleh bupati. Hal ini, kata Syarif, akan diatur dalam standar perizinan oleh pemerintah.

"Standardisasi itu begini, ada data bahwa di setiap daerah mempunyai mekanisme prosedur yang berbeda. Kenapa harus beda. rusun kan harusnya sama? Kalau ada standardisasi tidak perlu jauh berbeda. Perizinan yang dianggap tidak perlu, tidak usah," tandas Syarif. (Arimbi Ramadhiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×