Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kendati hingga Oktober ini ada surplus daging sapi secara nasional. Tapi harga daging sapi belum juga beranjak. Justru harganya masih terbilang mahal menyentuh harga Rp 99.000 per kilogram (kg). Padahal, Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim sampai Oktober ada kelebihan daging sapi impor.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Syukur Iwantoro mengatakan, Oktober telah terjadi kelebihan antara kebutuhan dengan konsumsi daging sapi. Jumlahnya mencapai 140.000 ton setara daging. Angka tersebut berdasarkan hitungan dari Badan Karantina Kementan. Penyebaran surplus daging sapi sebesar 140.000 ton tersebar di 33 provinsi dan kabupaten.
Namun meski surplus, Syukur mengaku kalau harga daging sapi di pasar masih tinggi. "Rata-rata masih mencapai Rp 99.000 per kilogram (kg). Karena itu menurut saya, kebijakan impor berdasarkan harga refrensi perlu dievaluasi. Sebab terbukti tidak efektif untuk merasionalkan harga wajar di tingkat konsumen," kata Syukur kepada KONTAN Kamis (13/11).
Syukur menilai refrensi harga juga dianggap melanggar UU Pangan No 18 tahun 2012 dan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan No 41 tahun 2014. Disamping juga berpotensi menghancurkan iklim usaha peternakan sapi lokal. Itu sebabnya, Kementan berencana mengusulkan kebijakan pemasukan sapi bakalan dan daging tahun 2015 dirasionalkan kembali.
Suhaji, Ketua Dewan Nasional Sapi Indonesia membantah, bahwa ada kelebihan daging nasional saat ini. Ia mengatakan bahwa Kementan salah berasumsi jika jumlah daging sebesar 140.000 ton adalah kelebihan. "Itu jumlah daging yang ada alias stok sampai akhir tahun mungkin. Jadi bukan surplus," tegas Suhaji.
Menurutnya kalaupun terjadi surplus produksi daging nasional itu baru bisa diwujudkan selama lima tahun atau pada tahun 2020. Selama tiga periode rancangan sawsembada tahun 2000 sampai 2014 dianggap gagal. Mulai dari program kecukupan daging sapi, program percepatan supply demand daging sapi dan program swasembada daging sapi.
Suhaji mencontohkan pada periode tahun 2010 sampai 2014 program swasembada daging sapi atau kerbau juga gagal. Sasaran swasembada yang ditetapkan 90% berasal dari dalam negeri dan 10% berasal dari impor dinilai gagal. Hal ini berkaca pada demand akan daging yang terus meningkat. Sementara terjadi ketimpangan antara supply dan demand.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News