Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Citilink Indonesia (Citilink) mengaku tidak bisa lari dari pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Namun, perusahaan mengaku akan menghadapi tantangan ekonomi ini agar tetap mencatat pertumbuhan bisnis.
Albert Burhan, Direktur Utama PT Citilink Indonesia, memproyeksi masih akan terjadi perlambatan bisnis hingga tahun mendatang. Menurutnya, pelemahan nilai tukar (kurs) rupah terhadap dollar AS memberikan dampak pada bisnis maskapai penerbangan. Misalnya, Citilink Indonesia membeli pesawat dengan mata uang dollar, namun pendapatan berasal dari mata uang rupiah sehingga ada selisih kurs yang harus dibayar lebih mahal.
Saat ini, perusahaan memiliki biaya operasional (cost) sebesar 70% berasal dari dollar, sisanya mata uang Garuda Indonesia. Strategi perusahaan adalah meningkatkan volume pendapatan. Namun, perusahaan tertolong karena harga minyak tengah menurun sehingga ada kompesasi dari kegiatan operasional.
Selanjutnya, anak usaha GIAA ini optimis masih akan mencatat pertumbuhan bisnis di tengah perlambatan ekonomi, serta kondisi cuaca di Indonesia yang tidak stabil seperti kabut asap yang mengganggu sejumlah penerbangan di wilayah Barat Tanah Air, seperti penerbangan di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
“Kami melakukan pembatalan 30 penerbangan per hari akibat kabut asap,” katanya, akhir pekan kemarin. Terkait hal ini, strategi perusahaan adalah mengatur ulang waktu penerbangan ke wilayah Barat ini agar tidak merugi, karena asap menjadi masalah di Indonesia setiap tahun. MIsalnya, sore hari menjadi waktu yang tepat untuk menerbangkan pesawat ke wilayah rawan gangguan asap.
Adapun, Citilink Indonesia membidik pendapatan sebesar US$ 600 juta hingga akhir tahun 2015 atau tumbuh 50% dibandingkan realisasi pendapatan sebesar US$ 400 juta pada akhir tahun 2014. Hingga menjelang akhir tahun ini, perusahaan telah meraup sekitar 70% dari target tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News