Reporter: Lidya Yuniartha, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) untuk menghadang ekspor produk biodiesel Indonesia bisa berdampak luas. Apalagi UE dan AS telah menuding pemerintah memberikan subsidi terhadap produk biodiesel lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit (KS).
Tuduhan subsidi ini ditepis produsen biodisel. Pasalnya dana yang dikumpulkan BPDP itu berasal dari pungutan perusahaan sawit setiap kali melakukan ekspor. Sehingga dana itu dipastikan tidak berasal dari anggaran pemerintah melalui APBN
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, dana pungutan yang dihimpun BPDP didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa Sawit.
"Karena itu, kami memastikan dukungan pemerintah untuk program biodiesel tidak berasal dari dana pemerintah, melainkan dari pungutan ekspor sawit dan turunnya," ujar Paulus, Senin (22/1).
Data menunjukkan, jumlah dana yang berhasil dikumpulkan oleh BPDP Kelapa Sawit memang terus meningkat. Jika pada tahun 2015 hanya sebesar Rp 7 triliun, meningkat menjadi Rp 10 triliun pada tahun lalu.
Dana itu, menurut Paulus digunakan sebagai dana pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Apalagi pada tahun 2014, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani sempat anjlok di kisaran RP 500–Rp 600 per kilogram, karena lesunya permintaan sawit di pasar global.
Program mengumpulkan dana kelapa sawit dirancang pemerintah dan pengusaha untuk meningkatkan kembali penerimaan pemerintah, petani sawit dan swasta. Salah satunya melalui program Bahan Bakar Nabati (BBN) atau biodiesel. Kemudian dana juga dipakai untuk program replanting, riset dan promosi.
Dikelola dan disalurkan BPDP, dana itu juga dipakai untuk pembayaran selisih harga solar dan biodiesel ke produsen biodiesel. Pasalnya pemerintah melalui PT Pertanima Persero yang menjual BBN tidak mau menanggung selisih harga tersebut. Karena itu, Paulus menilai keliru jika UE dan AS menyebut program tersebut sebagai subsidi. "Karena dana itu semuanya dari perusahaan sawit," katanya.
Andalkan domestik
Untuk mengatasi penurunan ekspor biodiesel, Paulus bilang, industri akan lebih meningkatkan penyerapan di dalam negeri. Dengan keyakinan itu maka industri biodisel akan tetap menaikkan produk tahun ini sebesar 3,5 juta kilo liter. Produksi ini lebih tinggi dari produksi biodeisel per November 2017 yang hanya 3,13 juta kiloliter.
Paulus menambahkan, peningkatan produksi tersebut didasarkan pada realisasi penjualan biodiesel pada tahun lalu. Pada 2017, sebanyak 90% produk biodiesel diserap dalam negeri yakni sebanyak 2,35 juta kilo liter dan hanya 179.000 kilo liter yang diekspor. Menurut Paulus, peningkatan penyerapan domestik karena naiknya penggunaan biodiesel khususnya untuk transportasi kereta api.
"Kami perkirakan tahun ini kereta api menyerap sekitar 400.000–500.000 kilo liter biodiesel," tandasnya.
Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI0 Iskandar Andi Nuhung mengatakan, potensi serapan biodiesel di dalam negeri masih cukup tinggi. Menurutnya, bila peralihan penggunaan B20 menjadi B30 bisa dilakukan, maka serapan biodiesel akan semakin besar. "Kalau negara lain seperti UE dan AS terus menghambat ekspor biodiesel yang kita produksi, maka pemerintah harus berani meningkatkan pasar dalam negeri dan mendorong perkembangan industri," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News