Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Subsidi listrik tahun ini diperkirakan bakal bengkak. Jika semula subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 dipatok Rp 44 triliun, maka realisasinya bisa mencapai Rp 93 triliun.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik mengungkapkan, tambahan subsidi untuk listrik itu mencapai Rp 49 triliun.“Tambahan subsidi ini karena ada beberapa kondisi yang tak bisa dihindarkan,“ kata Jero Wacik, Rabu (14/3).
Penyebab pertama kenaikan subsidi listrik itu adalah, turunnya pemakaian batubara untuk pembangkit. Semula, kebutuhan batubara PLN diperkirakan mencapai 48,05 juta ton, ternyata hitungannya turun menjadi 39,37 juta ton.
Penurunan hitungan pemakaian batubara ini akibat salah melesetnya hitungan produksi listrik dari pembangkit listrik batubara. “Dari proyek PLTU 10.000 megawatt (mw), direncanakan 8.250 mw bisa beroperasi, ternyata hasilnya hanya 6.087 mw. Inilah yang menambah subsidi Rp 26,72 triliun,“ terang Jero.
Penyebab kedua adalah, penurunan pemakaian gas. Seharusnya, PLN mendapatkan pasokan gas 372,5 TBTU, tetapi realisasinya hanya mendapat 351 TBTU. Penurunan pasokan gas ini terjadi karena mundurnya pembangunan floating storage receiving terminal di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Karena pasokan gas berkurang, PLN terpaksa memproduksi listrik dari pembangkit bahan bakar minyak.“FSRT Jabar seharusnya beroperasi Maret tapi molor menjadi Agustus dan FSRT Sumatera direncanakan beroperasi September tetapi belum juga dibangun,“ terang Jero.
Ketiga, penurunan pendapatan listrik yang mengakibatkan tambahan subsidi Rp 6,98 triliun. “Penjualan listrik turun dari 173,77 twh menjadi 170,30 twh,” kata terang Jero. Faktor keempat adalah, kenaikan asumsi Indonesia crude price (ICP) yang membuat subsidi bertambah Rp 4,70 triliun.
Kelima adalah, kenaikan sewa diesel untuk menghindari pemadaman dari 7,25 twh menjadi 11,41 twh yang akan menambah subsidi sebesar Rp 3,51 triliun. Keenam adalah, peningkatan pembelian setrum dari independent power producers (IPP).
Terakhir karena mundurnya penarikan bunga pinjaman akibat mundurnya operasional pembangkit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News