Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Bisa jadi harga kopi akan naik pada waktu-waktu yang akan datang ini. Pasalnya, International Coffee Organization (ICO) memperkirakan pasokan kopi dunia akan semakin menurun karena para produsen tidak mampu memenuhi permintaan. Dan memang setahun belakangan harga kopi cenderung naik. Di NewYork Coffe Exchange, harga kopi selama 12 bulan terakhir sudah naik secara akumulatif mencapai 20% karena permintaan yang cenderung lebih tinggi dari produksi.
Sejumlah faktor yang mempengaruhi produksi kopi dunia diantaranya cuaca. Kemudian naiknya upah tenaga kerja, melambungnya harga pupuk dan pengetatan penyaluran kredit di negara-negara produsen kopi utama juga mempunyai andil terhadap produksi kopi. Itu sebabnya, kini kalangan industri kopi dunia tengah membincangkan bagaimana mengelola tingkat produksi kopi saat ini agar tidak turun.
Ketua ICO Nestor Osario menghitung, konsumsi kopi dunia akan mencapai 145 juta karung @ 60 kg dalam lima tahun ke depan dengan peningkatan konsumsi sekitar 2-3% per tahun. Sementara itu, produksi kopi hanya akan sedikit berubah dari produksi 10 tahun terakhir, yang tiap tahunnya rata-rata hanya mencapai 125 juta karung.
Tahun ini, produksi kopi dunia diperkirakan sebanyak 124-125 juta karung per 30 September mendatang. "Kondisi yang ada saat ini sangatlah tidak bagus untuk produksi kopi," tegas Osario, seperti dikutip dari Bloomberg.Sementara itu, permintaan kopi dunia tahun ini bakal mencapai 130-132 juta karung. Saat ini, stok kopi dunia sekitar 25 juta karung.
Temuan ICO tersebut sejalan dengan kondisi kawasan perkebunan kopi di kawasan barat Indonesia yang masih terus diguyur oleh hujan. “Cuaca memang menjadi masalah apalagi sewaktu panen,” jelas Muchtar Lutfi, Ketua Litbang Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung, Minggu (21/3).
Dampak dari buruknya cuaca terhadap produksi kopi di Indonesia akan mulai terlihat setelah bulan April dan Mei mendatang. Dan yang pasti, menurut Muchtar, jika curah hujan masih tinggi maka produksi akan merosot. Diantaranya karena petani terganggu dalam mengeringkan kopi. Soalnya, “90% produksi kopi jenis robusta itu datang dari petani, dan mereka mengeringkan kopinya dengan cahaya matahari bukan dengan oven seperti perusahaan kopi yang besar,” kata Muchtar.
Di sisi lain, tentunya eksportir kopi robusta dari Indonesia bisa tersenyum. Pasalnya, harga ekspor kopi bisa naik hingga level US$1,5 per kg, level harga yang cukup menguntungkan baik petani kopi maupun eksportir.
Kontrak kopi Jumat lalu (19/3) di New York ditutup di harga US$ 1,2 per kg. Sepanjang tahun ini, harga tertinggi terjadi pada 8 Januari 2010 di level US$ 1,4 per kg dan harga terendah di level US$ 1,2 per kg pada 8 Maret 2010.
Selama 12 bulan terakhir, harga kopi rata-rata bulanan tertinggi pada bulan Februari 2009 yang menyentuh US$ 1,6 per kg. Dan harga rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Februari 2010 ini yaitu dengan harga US$ 1,2 per kg. Sementara itu, per 19 Maret 2010, harga kopi rata-rata bulanan tak juga bergeser dari bulan lalu, yaitu di level US$ 1,2 per kg.
Toh ada satu masalah yang sedang dihadapi para eksportir kopi Indonesia: pembelian kopi langsung ke petani oleh importir dari luar. Menurut Muchtar, praktek yang sudah berlangsung ini bisa memukul nasip eksportir kopi Indonesia sehingga mereka tidak bisa menikmati harga kopi yang akan membaik pada waktu-waktu yang akan datang ini. Apalagi, para importir yang notabene pedagang kopi tersebut juga menguasai seluk-beluk perkopian termasuk sertifikat mutu dan kesehatan yang disyaratkan di negara mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News