kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Swasembada Komoditi Pangan Terganjal Moratorium


Rabu, 16 Juni 2010 / 10:59 WIB
Swasembada Komoditi Pangan Terganjal Moratorium


Reporter: Amailia Putri Hasniawati |

JAKARTA. Moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut memunculkan kekhawatiran. Maklum saja, target swasembada empat komoditas pangan yakni padi, jagung kedelai, dan gula yang hanya bisa dicapai melalui perluasan areal penanaman bisa terancam oleh moratorium itu.

Kemarin (15/6), sejumlah menteri bertemu untuk membicarakan dampak moratorium konversi hutan yang bakal digelar mulai tahun depan. Dalam pertemuan tersebut, mereka juga membahas ketersediaan lahan baik untuk keperluan investasi maupun pemenuhan kebutuhan perluasan tanaman pangan demi mencapai swasemabada empat komoditas.

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan, sekarang saja, jatah lahan untuk perluasan tanaman pangan lebih rendah dari yang dibutuhkan. Sebagai gambaran, lahan terlantar yang dialokasikan untuk tanaman pangan dan energi hanya 2,98 juta hektare. Sedangkan,"Untuk kebutuhan swasembada empat komoditas kita perlu 3,1 juta hektare,” ucap Bayu, Selasa (16/6).

Memang, Mantan Deputi Menko Perekonomian Bidang Kelautan dan Perikanan ini mengakui, lahan seluas itu bisa saja cukup untuk mencapai swasembada jika produktivitas meningkat signifikan.

Sebagai informasi, di tahun 2014 mendatang, pemerintah menargetkan produksi gabah kering giling (GKG) 75,7 juta ton, dari saat ini 64 juta ton. Pada tahun yang sama, pemerintah juga menargetkan produksi jagung sebanyak 29 juta ton atau naik 70,58% dibandingkan saat ini yang masih 17 juta ton.

Untuk kedelai, Kementerian Pertanian menargetkan produksi di tahun 2014 sebanyak 2,7 juta ton. Saat ini, produksi nasional bahan baku tempe tahu ini cuma sekitar 972.000 ton. Untuk gula, pemerintah menargetkan produksinya di 2014 nanti sebesar 3,6 juta ton, naik 56,52% dibandingkan saat ini sebanyak 2,3 juta ton.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir berpendapat senada. Kata dia, minimnya lahan yang disediakan tersebut berpotensi menyebabkan terganggunya target capaian swasembada pangan 2014.

Apalagi, KTNA tidak yakin pemerintah bisa menggenjot produktivitas petani. "Peningkatan produktivitas tidak mudah karena butuh dana besar untuk teknologi, penyediaan benih berkualitas, pupuk, infrastruktur pengairan, dan pengolahan pasca-panen” ungkapnya.

Padahal, dana yang dialokasikan untuk kepentingan pertanian masih sangat minim, hanya Rp 8 triliun.

Ironisnya, Winarno menghitung, potensi kerugian akibat kehilangan peluang investasi lebih vesar ketimbang kompensasi yang diperoleh dari pemerintah Norwegia sebagai pencetus pembatasan konversi hutan.

Dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandangani beberapa waktu lalu, Norwegia hanya memberikan kompensasi sebanyak US$ 1 miliar kepada Indonesia jika tidak membuka kawasan hutan primer dan gambutnya selama 2011-2013. Padahal, menurut Winarno, potensi kerugian yang diakibatkan kebijakan tersebut bisa mencapai puluhan triliun rupiah. "Potensi kerugian dari padi saja minimal Rp 3,3 triliun, belum tanaman lain. Kalau perkebunan tentu bisa puluhan triliunan,” ujarnya.

Menteri Kehutan Zulkifli Hasan mengakui, LoI tersebut memang melarang konversi hutan primer dan lahan gambut. Meskipun kawasan tersebut termasuk kawasan hutan produksi, areal penggunaan lain, hutan konversi, bahkan untuk kawasan di luar hutan. Kendati demikian, sampai saat ini, pemerintah masih menggodok teknis pelaksanaan kebijakan tersebut. Yang jelas, secara umum, hutan primer merupakan hutan yang masih punya tutupan 70%.

Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menambahkan, saat ini ada 40 juta hektare hutan yang tergolong rusak dan bisa dibuka untuk keperluan penanaman. Jumlah itu belum termasuk 44 juta hektare hutan tebangan, baik bekas maupun yang masih memiliki hak penggunaan hutan. Alhasil, masih ada sekitar 84 juta hektare hutan yang siap menjadi lahan investasi.

"Kami akan membuat basis data tentang luasan hutan yang bisa dimanfaatkan untuk berinvestasi," terang Hadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×