Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target produksi batubara nasional sebesar 550 juta ton pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut, wajib pasok batubara ke dalam negeri alias Domestic Market Obligation (DMO) ditarget sebanyak 155 juta ton.
Sepanjang tahun lalu, produksi batubara mencapai 610 juta ton. Jumlah itu setara dengan 124,74% dari target dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2019 yang ditarget 489 juta ton.
Baca Juga: Tak capai target APBN, realisasi PNBP sektor energi tahun 2019 hanya Rp 214,3 triliun
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pihaknya menetapkan target di tahun 2020 dengan mempertimbangkan realisasi di tahun 2019. Arifin menyadari, besaran volume produksi yang melonjak telah mengakibatkan pelemahan harga batubara.
Oleh sebab itu, kata Arifin, Kementerian ESDM akan memperketat pengawasan supaya volume produksi bisa terjaga tidak meroket dari target. "Kalau produksi dilakukan secara besar-besaran, harga batubara jatuh dipasaran. Kalau harga jatuh, negara juga rugi. Jadi akan kita kontrol betul," ungkap Arifin dalam paparan kinerja Kementerian ESDM, Kamis (9/1).
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa realisasi DMO pada tahun 2019 bisa melampaui target. Pada tahun lalu, pemanfaatan batubara domestik mencapai 138 juta ton. Lebih tinggi dari target DMO tahun lalu yang berada di angka 128 juta ton.
Baca Juga: Harga Batubara Acuan Menyusut di Januari 2020
Bambang mengatakan, pencapaian tersebut terjadi lantaran kebutuhan batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terus meningkat. "Karena percepatan pembangunan PLTU DMO juga meningkat," kata Bambang.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pada tahun lalu ada tambahan 10 PLTU yang beroperasi. Total kapasitas dari 10 PLTU itu mencapai 3.017 megawatt (MW).
"Itu memerlukan tambahan batubara kurang lebih 63,4 juta ton, itu membuat konsumsi batubara dalam negeri mengalami kenaikan," jelas Rida.
Selain itu, Bambang menjelaskan bahwa faktor lain yang membuat DMO melebihi target ialah karena tren pergerakan Harga Batubara Acuan (HBA) yang melemah. Pada tahun lalu, HBA berkisar di angka US$ 70 per ton. Harga itu tak jauh beda dari harga patokan batubara untuk kelistrikan yang ditetapkan sebesar US$ 70 per ton.
Baca Juga: Infovesta: Penguatan saham batubara hanya sementara
Dengan harga yang melemah itu, kata Bambang, pelaku usaha menjadi lebih tertarik untuk menjual batubara ke pasar domestik. Sebab, jika harga tinggi, pelaku usaha lebih tertarik untuk memasok ke pasar ekspor.
"Jadi pasar domestik malah lebih menarik daripada luar (ekspor). Yang kami khawatirkan kalau di atas US$ 70 lebih memilih ekspor," sebut Bambang.
Sebagai informasi, rerata HBA dari Januari-Desember 2019 hanya mencapai US$ 77,89 per ton, lebih mini dibanding rata-rata HBA 2018 yang mencapai US$ 98,96 per ton.
Baca Juga: TOBA targetkan produksi batubara capai 5 juta ton
Pada tahun ini, Kementerian ESDM kembali melanjutkan kebijakan DMO dengan volume 25% dan harga patokan untuk kelistrikan yang sebesar US$ 70 per ton. Kebijakan tersebut telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 261 K/30/MEM/2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News