Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pada tahun lalu ada tambahan 10 PLTU yang beroperasi. Total kapasitas dari 10 PLTU itu mencapai 3.017 megawatt (MW).
"Itu memerlukan tambahan batubara kurang lebih 63,4 juta ton, itu membuat konsumsi batubara dalam negeri mengalami kenaikan," jelas Rida.
Selain itu, Bambang menjelaskan bahwa faktor lain yang membuat DMO melebihi target ialah karena tren pergerakan Harga Batubara Acuan (HBA) yang melemah. Pada tahun lalu, HBA berkisar di angka US$ 70 per ton. Harga itu tak jauh beda dari harga patokan batubara untuk kelistrikan yang ditetapkan sebesar US$ 70 per ton.
Baca Juga: Infovesta: Penguatan saham batubara hanya sementara
Dengan harga yang melemah itu, kata Bambang, pelaku usaha menjadi lebih tertarik untuk menjual batubara ke pasar domestik. Sebab, jika harga tinggi, pelaku usaha lebih tertarik untuk memasok ke pasar ekspor.
"Jadi pasar domestik malah lebih menarik daripada luar (ekspor). Yang kami khawatirkan kalau di atas US$ 70 lebih memilih ekspor," sebut Bambang.
Sebagai informasi, rerata HBA dari Januari-Desember 2019 hanya mencapai US$ 77,89 per ton, lebih mini dibanding rata-rata HBA 2018 yang mencapai US$ 98,96 per ton.
Baca Juga: TOBA targetkan produksi batubara capai 5 juta ton
Pada tahun ini, Kementerian ESDM kembali melanjutkan kebijakan DMO dengan volume 25% dan harga patokan untuk kelistrikan yang sebesar US$ 70 per ton. Kebijakan tersebut telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 261 K/30/MEM/2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News