Reporter: Francisca Bertha Vistika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perhelatan pemilu ibarat mata uang yang memiliki dua sisi bagi pelaku industri plastik. Satu sisi, pebisnis bisa mengalap berkah dari tingginya permintaan. Di sisi lain, impor bahan baku plastik terus menggunung. Tahun lalu, impor plastik sekitar 1,5 juta ton. Tahun ini, impor plastik diperkirakan sekitar 1,74 juta ton. Asumsinya, konsumsi plastik di tahun 2014 diperkirakan mencapai 4,24 juta ton. Sementara, produksi dalam negeri tidak pernah lebih dari 2,5 juta ton.
"Makanya diharapkan kapasitas pabrik-pabrik plastik di Indonesia bisa meningkat," kata Budi Susanto Sadiman, Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Olefin dan Plastik (Inaplas) kepada KONTAN, Selasa (8/4).
Pada 2013, konsumsi plastik mencapai 4 juta ton. Di tahun kuda kayu ini, Budi memproyeksikan ada kenaikan konsumsi plastik sebesar 6%. "Kuartal I-2014, konsumsinya bisa mencapai seperempat dari tahun ini, karena aktivitas kampanye," jelas Budi. Artinya, di tiga bulan pertama tahun ini, penjualan plastik bisa sebesar 1,06 juta ton.
Tetapi, bila dibandingkan dengan pemilu lima tahun lalu, Budi mengklaim, penjualan tahun ini terbilang lebih sepi. Selain pemilu, hal lainnya yang bisa memicu pertumbuhan industri plastik adalah industri otomotif. Sebenarnya, konsumsi plastik tahun ini bisa tumbuh 7%. Namun, kata Budi, hal ini bergantung pada maraknya perhelatan pemilu. Sehingga, ia hanya optimistis, konsumsi plastik hanya meningkat 6%.
"Kalau pemilu tidak berjalan baik, ekonomi tentu akan turun, dan otomatis konsumsi akan plastik juga turun," terang Budi. Untuk menekan volume impor plastik tidak mudah. Soalnya, harus ada kilang minyak baru. Selama ini, industri kesulitan dengan akses bahan baku. Mayoritas, bahan baku plastik yakni Naptha masih impor.
Saat ini, pasokan bahan baku untuk petrokimia hanya dari kilang Pertamina di Cilacap, Dumai, Balongan, Balikpapan, dan Plaju. Alhasil, masih kuat ketergantungan dari produk impor. Nilai impor produk petrokimia dari hulu sampai ke industri hilir rata-rata mencapai US$ 8 miliar per tahun.
Menurut Budi, tahun ini, industri plastik lebih baik dari tahun lalu. Pada 2013, produsen plastik dihadapkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Akibatnya, harga bahan baku plastik naik. Kenaikan bahan baku plastik linier dengan persentase pelemahan rupiah. "Jika naik 30%, maka bahan baku juga naik 30%," jelas Budi.
Pada awal 2014, Budi bilang rupiah sedikit menguat. Ditambah lagi, harga minyak dunia berangsur membaik. "Tahun ini, harga bahan baku secara perlahan mulai menurun," ujar Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News