kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.931.000   26.000   1,36%
  • USD/IDR 16.465   -15,00   -0,09%
  • IDX 6.898   66,24   0,97%
  • KOMPAS100 1.001   10,19   1,03%
  • LQ45 775   7,44   0,97%
  • ISSI 220   2,72   1,25%
  • IDX30 401   2,31   0,58%
  • IDXHIDIV20 474   1,13   0,24%
  • IDX80 113   1,15   1,03%
  • IDXV30 115   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   0,58   0,44%

Tak Hanya Daya Beli Turun, Gerai dan Pusat Perbelanjaan Gulung Tikar Sebab Faktor Ini


Selasa, 06 Mei 2025 / 16:16 WIB
Tak Hanya Daya Beli Turun, Gerai dan Pusat Perbelanjaan Gulung Tikar Sebab Faktor Ini
ILUSTRASI. Para pelaku usaha ritel dan pusat perbelanjaan merasa terdampak akan penurunan daya beli masyarakat ini


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2025 tercatat hanya sebesar 4,87%. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan daya belanja masyarakat pada triwulan awal tahun 2025.

Terkait ini, Wakil Ketua Dewan Pembina Asosiasi Perusahaan Penyedia Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan, mengatakan bahwa para pelaku usaha ritel dan pusat perbelanjaan merasa terdampak akan penurunan daya beli masyarakat ini. 

Hal ini ditandai dengan adanya beberapa gerai pusat perbelanjaan yang tutup, meskipun Stefanus belum bisa mendetail total gerai yang tutup pada awal tahun 2025 ini. 

"(Gerai yang tutup) Ada beberapa. Sebenarnya penutupan gerai sih nggak terlalu banyak ya," terang Stefanus kepada Kontan.co.id, Selasa (6/5).

Baca Juga: Gerai Ritel Berguguran! Terhimpit Biaya Operasional yang Besar dan Sulit Bersaing

Menurutnya penutupan gerai tak banyak terjadi. Namun yang menjadi sorotannya ialah terjadinya penurunan kelas pengunjung.

"Tapi memang ada penurunan kelas pengunjung, gitu. Nah, itu tergantung daerah. Tergantung daerahnya juga, kan. Ada daerah yang kalau kelas menengahnya turun banget, malnya dari kelas menengah mesti menyesuaikan ke kelas yang lebih rendah sedikit," tambahnya.

Sebagai contoh, ada beberapa mal kecil di kota-kota sekitaran Jakarta. Menurutnya mal-mal tersebut sudah tak bisa berkembang karena tak melakukan pembenahan.

"Saya kira daerahnya nggak tentu ya, kalau saya lihat contohnya ada beberapa kota kecil, samping Jakarta. Ada malnya yang benar-benar nggak bisa berkembang sama sekali, ada," jelasnya.

Menurut Stefanus, daya beli yang melemah bukan menjadi faktor utama dari fenomena terjadinya banyak gerai yang tutup. Faktor utamanya ialah manajemen yang harus berani berbenah, memenuhi minat masyarakat dan mengutamakan experience atau pengalaman.

Baca Juga: Penjualan Ritel Tertahan Imbas Naiknya Pengangguran dan Tekanan Kelas Menengah

"Jadi menurut saya yang bikin sekarang ini bikin ramai atau tidaknya bukan ekonomi saja, bukan. Tetapi apa mal atau gerai bisa memenuhi keinginan pengunjung sekarang, salah satunya experience. Bisa nggak menyediakan experience yang menyenangkan?"

Stefanus mengatakan bahwa tidak semua pusat perbelanjaan terdampak. Sebab ada fenomena di mana beberapa mal justru semakin ramai karena bisa menawarkan pengalaman yang berbeda.

Hal ini karena masyarakat saat ini cenderung lebih memilih dalam membelanjakan uang yang mereka miliki. Sehingga, jika hanya bermodal produk saja, maka gerai dan pusat perbelanjaan akan semakin terhimpit persaingan yang ketat.

"Nah, tapi banyak mal yang mati. Kenapa, sebab tidak mengikuti zaman. Tidak mau berbenah, dia tidak berubah. Susah kalau begitu, kan," terangnya.

Selanjutnya: Penjualan Otomotif Turun 3,1% di 2024, Potensi Kehilangan Ekonomi Capai Rp 10 Triliun

Menarik Dibaca: Penyebab Kolesterol Tinggi Apa? Salah Satunya Berat Badan Berlebih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×