kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tangani Penyelewengan Solar Subsidi, Pertamina Gandeng Aparat Penegak Hukum


Kamis, 31 Maret 2022 / 18:51 WIB
Tangani Penyelewengan Solar Subsidi, Pertamina Gandeng Aparat Penegak Hukum
ILUSTRASI. Pertamina menggandeng aparat penegak hukum untuk mengatasi penyelewengan konsumsi solar subsidi.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina menggandeng aparat penegak hukum untuk mengatasi penyelewengan konsumsi solar subsidi oleh perusahaan tambang dan sawit.

Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan, dengan disparitas harga yang tinggi (antara Solar subsidi dan Solar non-subsidi), membuat penyelewengan menjadi lebih besar.

"Untuk mengatasi persoalan solar subsidi saat ini kami bekerja sama dengan aparat penegak hukum sehingga nanti dikoordinasikan ke Polda masing-masing," kata Alfian saat ditemui di Jakarta, Kamis (31/3).

PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan memberikan apresiasi atas keberhasilan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dalam mengatasi tindak penyalahgunaan bahan bakar minyak jenis solar subsidi.

Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yusuf Sutejo mengutarakan keberhasilan yang diraih berkat kerja sama yang baik dan laporan dari masyarakat.

“Kami mendapati informasi dari masyarakat tentang dugaan adanya pelaku usaha yang menjual BBM subsidi, lalu saat dilakukan penelusuran, ditangkap 3 orang tersangka yang terbukti melakukan tindak penyalahgunaan BBM solar subsidi untuk keuntungan pribadi dengan barang bukti 1 Ton lebih Solar Subsidi," ujar Yusuf.

Baca Juga: Pertamina Tambah Kuota Solar Subsidi di Jambi dan Sumatera Selatan

Selain itu, Polda Kaldim juga mengungkap truk roda 6 yang memodifikasi kapasitas tangki menjadi 400 liter dan menjual Solar subsidi ke industri yang seharusnya menggunakan solar non-subsidi.

“Penangkapan 4 orang tersangka penyalahgunaan solar subsidi ini, tentu menjadi jawaban atas keresahan masyarakat yang selama ini haknya diambil oleh oknum yang kurang bertanggung jawab," tambahnya.

Susanto August Satria, Area Manager Communication & CSR Regional Kalimantan menyatakan, Polda Kaltim bertindak sigap dan cepat dalam mengatasi penyelewengan solar subsidi ini.

“Kami mengapresiasi aparat penegak hukum dalam hal ini Kapolda Kaltim dan jajarannya yang bergerak cepat dalam menindak oknum-oknum yang menyalahgunakan solar subsidi yang harusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan," katanya.

Ia mengatakan, Polda Kaltim memiliki peranan penting dalam menjaga saluran distribusi BBM, yakni sebagai pihak yang berwenang dalam menindak penyalahgunaan solar subsidi di masyarakat.

“Tindakan penyalahgunaan BBM subsidi ini tentunya sangat merugikan masyarakat dan pelakunya dapat dijerat dengan hukum pidana, kami himbau bagi masyarakat untuk segera lapor apabila menemukan tindak kecurangan di lapangan," ujar Satria.

Sebelumnya pada Selasa (28/3) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menjelaskan kelangkaan Solar subsidi disebabkan sejumlah faktor.

Nicke mengatakan, saat ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi, aktivitas usaha meningkat. Buktinya, terjadi peningkatan permintaan pada logistik dan pabrik yang membuat permintaan solar naik hingga 10%. Namun, dari sisi supply kuota solar subsidi lebih rendah 5% dibandingkan tahun lalu.

"Gap ini yang membuat terjadi masalah supply, jadi demand naik 10% tapi supply nya turun 5%. Oleh karena itu kami meminta dukungan jika memang solar subsidi bisa meningkatkan lagi pertumbuhan ekonomi maka kuotanya perlu disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan," jelasnya dalam RDP Komisi VI DPR RI, Selasa (28/3).

Nicke menyatakan, pihaknya juga menduga terjadi penyelewengan penggunaan solar subsidi oleh industri besar seperti perusahaan tambang dan sawit. Seharusnya subsidi tidak mengcover kedua industri tersebut. Aturannya tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 di mana mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6 tidak bisa menggunakan solar subsidi.

Ia menyebut, dugaan itu nampak dari konsumsi solar subsidi terhadap keseluruhan penjualan solar mencapai 93% dan sisanya 7% solar non-subsidi. Pasalnya, saat ini disparitas harga antara solar subsidi dan non-subsidi masih jauh bahkan sudah mencapai Rp 7.800 per liter. "Ini yang kemudian mendorong shifting sehingga tidak tepat sasaran," ujarnya.

Nicke menambahkan, hingga saat ini Pertamina terus mendistribusikan solar subsidi guna mengurai antrean panjang kendaraan yang terjadi di sejumlah SPBU. Bahkan, penyaluran per Februari 2022 sudah melebihi kuota sekitar 10%, dari yang seharusnya 2,27 juta kilo liter (KL) menjadi 2,49 juta KL.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Beri Kepastian Regulasi untuk Kompensasi Penjualan Solar Subsidi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×