kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tanggapi kasus kebocoran data pengguna Telkomsel, begini komentar Ombudsman


Senin, 13 Juli 2020 / 22:33 WIB
Tanggapi kasus kebocoran data pengguna Telkomsel, begini komentar Ombudsman
ILUSTRASI. Model melakukan aktivitas internet memakai paket bundling 'Telkomsel Android United (TAU) Dynamic Plan'


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alamsyah Saragih menuturkan, ketidakpastian hukum soal perlindungan data pribadi di Indonesia menyebabkan lembaga yang dinilai lalai menjaga data pribadi tidak bisa dijatuhi sanksi hukum.

Dirinya menjelaskan, Indonesia saat ini hanya memiliki Undang Undang (UU) bersifat parsial seperti UU ITE, UU Telekomunikasi yang menyasar sanksi pada perseorangan atau individu saja.

"Dalam ranah ini, kita punya UU parsial saja. Kita belum memiliki UU yang mengatur sebuah badan hukum, konstitusi, lembaga, atau organisasi tertentu, bisa memiliki konsekuensi dan dikenai sanksi jika dianggap lalai menjaga data pribadi. Maka dari itu, UU Perlindungan Data Pribadi harus segera disahkan," ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (13/7).

Baca Juga: Tersandung kasus kebocoran data pelanggan, Telkomsel: Kami konsisten lakukan evaluasi

Alamsyah melanjutkan, kasus kebocoran data pribadi yang menimpa seorang pegiat sosial media yang juga pengguna kartu Telkomsel, menjadi salah satu dari banyak penyimpangan penggunaan data.

Lebih lanjut, Alamsyah merinci kelemahan Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur pengguna operator telepon memiliki tiga nomor.

Tanpa adanya sistem verifikasi dan biometri, Permen tersebut juga tidak kuat menjatuhkan sanksi dan hanya berkekuatan sebagai instrumen hukum. Akhirnya, kata Alamsyah, Permen tersebut melahirkan celah penyimpangan baru.

"Kita bisa berkaca pada UU Perlindungan Data Pribadi yang dijalankan oleh Malaysia atau Inggris, misalnya. Saat sebuah institusi menggunakan data pribadi seseorang untuk keperluan tertentu, data tersebut harus segera dimusnahkan saat tujuan selesai atau acara selesai sehingga tidak jatuh ke pihak lain. Di Indonesia, dalam beberapa kesempatan, data pengguna masih disimpan saat tujuan tercapai, ada yang mengcopy, menjual, bahkan memakainya," sambung dia.

Alamsyah bilang, di tengah ketidakpastian karena ketiadaan UU Perlindungan Data Pribadi, pihak korporasi juga rentan mendapatkan sentimen buruk dari masyarakat, sebelum dugaan kelalaian terbukti.

Baca Juga: Respon kebocoran data pelanggan, Telkomsel sampaikan empat poin ini

Melalui UU Perlindungan Data Pribadi, tercantum pula kriteria kelalaian yang bisa dikenakan pada sebuah lembaga.

"Nah saat ini, belum ada kriteria pengaturan kelalaiannya. Kominfo juga sangat lambat untuk masalah ini. Akibatnya, dikhawatirkan juga korporasi mendapat distrust, sebelum bisa dipastikan bentuk kelalaian yang dimaksud," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×