Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Selama 10 tahun terakhir, realisasi produksi minyak siap jual atau lifting tidak pernah mencapai target. Selain tak memenuhi target, sejak 2004 produksi minyak terus menurun.
Tahun ini, naga-naganya, target lifting juga sulit tercapai. Hingga akhir semester I ini, realisasi lifting minyak bumi baru 763.600 barel per hari (bph), dari target sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar 825.000.
Harapan produksi minyak dari lapangan Banyu Urip, Cepu bakal muncrat lebih banyak nampaknya sulit tercapai, mengingat kerusuhan sempat menghentikan operasi lapangan ini.
Berkaca dari situ, Pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan lifting tahun 2016 hanya 830.000 barel per hari (bph), naik tipis dari 2015 yang sebesar 825.000 bph.
Selain minyak, target produksi gas di RAPBN 2016 juga tidak ambisius, hanya 1,15 juta barel gas setara minyak per hari. Target ini juga turun 5,7% dari target APBN Perubahan 2015 sebesar 1,22 juta bph gas setara minyak.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi menyebut target ini merupakan perhitungan yang paling realistis. Dia optimistis SKK Migas bisa merealisasikan target produksi migas tersebut tahun depan.
Yakni dengan dengan mengandalkan beberapa blok migas yang bisa berproduksi dengan kapasitas penuh tahun depan. Salah satunya dari lapangan Banyu Urip di Blok Cepu. Amien berharap produksi Banyu Urip bisa maksimal tahun depan dengan proyeksi produksi lebih dari 165.000 barel per hari.
Meski begitu, pemerintah harus realistis. Pasalnya, ada kemungkinan target tahun ini meleset. Blok Cepu yang jadi andalan hingga kini belum bisa berproduksi maksimal. Terutama paska terjadi kerusuhan di Blok Banyu Urip pada awal Agustus 2015.
Menurut Amien, akibat kerusuhan tersebut, produksi dari IPC 1 Banyu Urip tertunda selama dua minggu.
"Produksi tetap jalan, tetapi menjadi tidak full capacity dan tidak seperti yang direncanakan karena tertunda selama dua minggu. Tertunda dua minggu itu juga cukup lumayan (mempengaruhi produksi),"ujar Amien, di Kantor SKK Migas Senin (17/8).
Makanya, saat ini SKK Migas tengah menghitung ulang apakah target produksi migas nasional bisa tercapai. Menurut Kepala Humas SKK Migas, Elan Biantoro, kemungkinan besar produksi minyak domestik tahun ini justru bisa turun.
Ia menghitung, bila tidak ada kerusuhan di Banyu Urip, target produksi 826.000 barel per hari bisa tercapai tahun ini. "Kalau saat ini mundur dua minggu bisa ada potensi penurunan dari target kami dari 826.000 barel per hari menjadi 816.000 barel per hari," ujar Elan.
Untuk menutupi kekurangan ini, Elan berharap produksi minyak di Blok Bukit Tua bisa maksimal yakni mencapai 20.000 barel per hari pada Februari 2016. "Mudah-mudahan itu (Bukit Tua) bisa angkat lagi produksi, sehingga opsinya antara 816.000 barel per hari sampai 826.000 barel per hari," harapnya.
SKK Migas memproyeksi produksi Blok Bukit Tua awal 2016 bisa maksimal lantaran sudah mengandalkan produksi minyak dan gas dari lima sumur. Saat ini, Bukit Tua baru memiliki satu sumur.
Pada Oktober 2015, Bukit Tua sudah punya dua sumur dan secara bertahap mencapai puncak produksi tahun depan. Selain minyak juga ada gas yang mencapai 50 juta kaki kubik gas per hari.
SKK Migas berharap, adanya tambahan produksi gas di Bukit Tua ini bisa merealisasikan target produksi gas tahun depan. Selain Bukit Tua, SKK Migas juga mengandalkan dari lapangan Donggi Senoro yang bakal berproduksi penuh tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News