Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menerapkan mandatori biodiesel 50 atau B50 atau bahan bakar campuran 50% biodiesel (terutama dari minyak sawit) dan 50% diesel konvensional pada tahun 2026 dinilai dapat menekan besarnya impor solar ke dalam negeri.
Anggota Komisi XII DPR RI, Yulisman, menegaskan bahwa berdasarkan data terbaru, impor solar Indonesia pada tahun 2024 mencapai 13,15 juta kiloliter (KL).
Dengan program biodiesel yang telah diterapkan sebelumnya (misalnya B35/B40), pemerintah mencatat penghematan devisa hingga US$ 9,33 miliar atau setara Rp 147,5 triliun dari tekanan impor solar yang berhasil ditekan.
"Dengan demikian, jika B50 berhasil menekan impor hingga 50%, potensi penghematan devisa bisa mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah tiap tahunnya, tergantung harga pasar minyak dan kurs rupiah," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (26/09/2025).
Baca Juga: Program B50 Belum Pasti Diimplementasikan Tahun Depan, B45 Bisa Jadi Opsi
Namun, Yulisman mengingatkan bahwa pemerintah perlu memastikan ketersediaan bahan baku FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang diproyeksikan mencapai 19 juta KL per tahun untuk B50.
Adapun, kapasitas produksi biodiesel nasional saat ini diperkirakan di kisaran 17 juta KL per tahun, sehingga dibutuhkan ekspansi kilang biodiesel minimal kurang lebih 2–3 juta KL serta penguatan infrastruktur distribusi dan penyimpanan BBM.
Pun dari sisi lingkungan, penggunaan biodiesel mandatori B30 tahun 2022 telah mencatat pengurangan emisi sebesar 27,8 juta ton CO2 ekuivalen dibanding skenario jika hanya menggunakan solar konvensional.
Dengan proporsi biodiesel dinaikkan ke B50, potensi pengurangan emisi diperkirakan akan meningkat signifikan, mendukung target Net Zero Emission 2060.
Baca Juga: Mandatori Biodiesel B50 Tetap Berlaku Awal 2026, Ini Kendala yang Mengintai
“Pemerintah harus menjamin kesiapan infrastruktur, kualitas mesin lewat road test yang komprehensif, serta skema pendanaan yang tidak membebani APBN. Kita juga harus hati-hati agar dorongan permintaan sawit untuk energi tidak memicu alih fungsi lahan baru yang merugikan lingkungan,” tegas Yulisman.
Ia juga menambahkan bahwa penerapan mandatori biodiesel B50 pada tahun 2026 harus diiringi dengan persiapan matang di aspek ekonomi, ketersediaan bahan baku, dan dampak lingkungan.
“B50 ini momentum penting bagi transisi energi nasional. Selain menghemat devisa karena impor solar berkurang, program ini akan mendorong hilirisasi industri sawit dan memperkuat perekonomian daerah penghasil sawit seperti Riau, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan provinsi lainnya,” tutupnya.
Baca Juga: Menteri ESDM Beberkan Perkembangan Uji Coba Implementasi B50
Selanjutnya: IHSG Ditutup di Zona Hijau, Cermati Saham yang Banyak Diborong Asing di Akhir Pekan
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Karier dan Keuangan Terbaru Besok Sabtu, 27 September 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News