Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali menunda penentuan tarif interkoneksi. Antara regulator dan masing-masing operator seluler masih belum menemukan titik temu.
Dalam surat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) No S-1668/M.KOMINFO/PI.02.04/11/2016 tanggal 2 November 2016, pembahasan tarif interkoneksi bakal ditunda hingga tiga bulan ke depan, dihitung mulai 2 November 2016.
Nanti, Kominfo bakal membentuk tim verifikator independen yang akan mengkaji kembali tarif interkoneksi. "Tim verifikator ini ditunjuk bersama-sama operator seluler," kata Noor Iza, Plt Kepala Biro Humas Kominfo pada keterangan resmi yang diterima KONTAN, Kamis (3/11).
Penghitungan tarif tersebut berdasarkan tiga skema. Pertama, memakai tarif Rp 204 berdasarkan Surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/ PI.0204/08/2016. Kedua, bisa memakai referensi tarif interkoneksi lama yakni Rp 250. Ketiga, berdasarkan perjanjian kerja antara operator seluler.
Menurut Achmad M. Ramli, Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo, tiga bulan ke depan tim verifikator akan menghitung interkoneksi paling ideal bagi semua pihak. "Hasil verifikator menjadi acuan keputusan kami," kata dia, di Hotel Intercontinental Midplaza, Kamis (3/11).
Indosat dan XL Axiata kecewa dengan penundaan tersebut. "Kami kecewa, makin lama ditunda menunjukkan regulator tak prokompetisi," kata Alexander Rusli, Presiden Direktur Indosat Ooredoo kepada KONTAN, kemarin.
Begitu pula XL Axiata yang menyatakan, penundaan tersebut mengembalikan masalah tarif interkoneksi pada status tak pasti. Soalnya, pemerintah berjanji ingin menurunkan tarif interkoneksi secara berkala. "Tapi kami tetap menghormati keputusan pemerintah," kata Dian Siswarini, Presiden Direktur XL Axiata juga kepada KONTAN.
Sedangkan Ririek Adriansyah, Presiden Direktur Telkomsel berharap, perhitungan tarif interkoneksi tetap berdasarkan aturan yang berlaku, yakni berdasarkan basis biaya sebagai cost recovery dari operator dalam mengembangkan jaringan telekomunikasi. "Tidak ada operator yang mendapat keuntungan dari interkoneksi," tegas Ririek.
Menurutnya, perhitungan berbasis biaya dengan model asimetris (tidak sama untuk masing-masing operator) adalah yang terbaik dan adil. Tidak hanya untuk operator, juga untuk seluruh pelanggan. "Sementara model simetris berpotensi memicu operator malas membangun jaringan lebih luas lagi," terang Ririek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News