Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Yudho Winarto
Iqbal menjelaskan, sebagai gambaran kondisi plasma di lapangan, perusahaan hanya mengelola kebun saja dan menjadi pendamping koperasi untuk administrasi. Tetapi di tingkat petani, koperasi mengelola sendiri dan independent dalam keanggotaan koperasi.
"Sehingga ini menyusulitkan bagi perusahaan untuk memastikan tiap-tiap petani yang mengajukan apakah sudah benar dan sesuai," ujarnya.
Akibatnya, hanya baru sebesar 5.947 ha yang mengajukan verifikasi dokumen melalui jalur hemitraan. Namun demikian, ternyata tidak semua lahan yang diajukan lolos verifikasi dokumen jalur kemitraan karena beberapak faktor, seperti hasil Penilaian Usaha Perkebunan (PUP), perusahaan mitra sudah tidak berlaku, surat Keterangan Tidak Tumpang Tindih HGU tidak ada, lahan pekebun tumpang tindih dengan HGU, lahan pekebun masuk dalam kawasan hutan.
"Dari pengajuan total sebesar 5.947 ha hanya 3.411 Hh saja yang dapat melanjutkan ke verifikasi lapangan," terang Iqbal.
Baca Juga: Ombudsman RI Rilis Hasil Kajian Sistemik Kelapa Sawit
Selanjutnya, ketika dilakukan verifikasi lapangan oleh Sucofindo, justru menemui beberapa kendala lainnya, antara lain adanya tutupan lahan bukan sawit (29,50%), ketidak sesuian dokumen pengajuan dengan temuan di lapangan (22,60%), pekebun mengundurkan diri (15,30%), letak lahan tidak sesuai dengan titik koordinat pengajuan (14,56%), tidak dapat diverifikasi (tidak dapat dihubungi dan meninggal dunia) (14,02%).
Kondisi tersebut menyebabkan dari total 3.411 ha yang dilakukan verifikasi lapangan hanya 1.891 ha saja yang mampu melanjutkan sampai rekomendasi teknis.
Faktor verifikasi Sucofindo yang sangat rigid juga membuat banyak pengajuan yang tidak lolos verifikasi lapangan karena tata cara pelaksanaan verifikasi tersebut.
"Menurut hemat kami sangat tidak sesuai dengan kondisi plasma yang ada," sebut Iqbal.
Mengingat hambatan-hambatan tersebut sanagt berpengaruh terhadap target PSR pola kemitraan, Gapki mengusulkan untuk proses verifikasi Sucofindo dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan.
Baca Juga: RSI Sebut Sawit Jadi Komoditas Strategis di Sektor Pangan dan Energi
Pertama, verifikasi cukup dengan sampling saja dengan dasar Koperasi Wajib memberikan Berita Acara Rapat Anggota Tahunan/Luar Biasa (RAT/RALB) yang disahkan oleh Dinas Koperasi dan diketahui Dinas yang membidangi perkebunan.
Kedua, Berita Acara RAT/RALB harus kuorum dan menyatakan mengajukan peremajaan menggunakan dana BPDPKS.
Ketiga, pertanyaan dalam verifikasi petani cukup substansi saja (nama, luas lahan). Keenam, foto petani di lahan sebaiknya cukup sampling dan tidak semua petani mengetahui posisi lahannya.
Kelima, adanya petugas khusus dari Pemerintah/jajaran Ditjen Perkebunan yang bertugas melakukan sosialisasi sekaligus pengawalan di lapangan untuk memastikan pelaksanaan program PSR jalur kemitraan dapat terlaksana dengan baik.
Selanjutnya: Kinerja Solid dan Pengembangan Produk Layanan Dorong Prospek BRIS
Menarik Dibaca: Universitas Ciputra Ajak Mahasiswa Ikut Pameran SIAL Interfood 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News