Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca akuisisi dari PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR), perusahaan semen PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) akan fokus dalam menekan kerugian. Ditargetkan tahun ini kinerja bisa mencapai breakeven point atau impas.
Tanda-tanda mulai terlihat pada selama kuartal pertama 2019, melalui sinergi perluasan jangkauan pasar dan program-program efisiensi yang dilakukan secara internal SBI berhasil menurunkan tingkat kerugian hingga 63% atau menjadi Rp 123 miliar dari Rp 332 miliar ar pada periode yang sama di tahun 2018.
Sementara pada 2018, rugi tahun berjalan tercatat sebesar Rp 828 miliar, meningkat dari dari sebelumnya Rp 758 miliar.
Aulia Mulki Oemar, Presiden Direktur Semen Bangun Indonesia menyatakan semester I-2019 kondisi penjualan semen di Indonesia belum sebaik tahun lalu. Oleh karena itu,
Perseroan berharap akan terdapat peningkatan kebutuhan sekitar 3% – 4% di semester kedua mendatang yang didukung oleh cuaca yang lebih baik, serta berlanjutnya agenda pembangunan yang kita harapkan akan dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta pasca pemilihan umum.
"Kerugian dan utang kami harapkan bisa ditekan. Salah satunya rencana divestasi aset," kata Aulia dalam paparan publik di Sheraton Gandaria Hotel, Rabu (26/6).
Menurutnya aset-aset tersebut semula sudah dibeli pada saat kepemilikan merk Holcim. Hanya saja kondisi asetnya saat ini tidak produktif untuk keperluan usaha. Saat ini perusahaan masih akan menyerahkan penilaian aset ke pihak ketiga untuk ditaksir nilainya. Aset-aset tersebut berada di tanah dekat Pabrik Cilacap, Jawa Tengah dan di area Jawa Barat.
"Perkiraan kami tanah yang dilepas nilainya di bawah Rp 100 miliar. Tapi penjualan tersebut bukan cara utama yang kami tempuh untuk mengurangi kerugian dan utang," jelasnya.
Tahun ini manajemen SBI menargetkan tidak rugi atau impas. Hanya saja, meski sampai kuartal I-2019 kondisi keuangan rugi dan juga kondisi pasar masih over supply, target minimal yang bisa ditempuh yakni memangkas kerugian yang besar.
Oleh karena itu, manajemen lebih akan fokus untuk perbaiki kinerja keuangan dan arus kas (cash flow) agar perbaikan kerugian dan utang bisa berkesinambungan.
Menurutnya tahun ini perusahaan masih kesulitan untuk menaikkan penjualan sehingga diperkirakan hasil penjualan sampai akhir tahun masih flat atau sama dengan tahun allu. Selain itu, masih ada pembayaran royalti yang harus dilakukan sampai setahun ke depan kepada pihak Holcim. Alhasil tahun ini langkah kongkrit yang dapat dilakukan yakni efisiensi dan sinergi dengan induk usaha.
"Kita tidak bisa ubah kondisi market dan juga cuaca. Oleh karena itu, hanya lewat sinergi perusahaan dengan Semen Indonesia dan internal kita yang bisa dibenahi," jelasnya.
Dalam langkah sinergi misalnya dalam hal pembelian (procurement). Emiten berkode saham SMCB ini sudah mulai bersama SMGR bersama-sama membeli batubara untuk keperluan produksi. Adapun saat ini komponen batubara dan juga listrik yang jadi beban produksi terbesar.
"Selain itu, kami juga akan cari sumber bahan baku dan juga bahan energi alternatif menggunakan teknologi dan pengetahuan dari Holcim untuk itu," jelasnya.
Sedangkan untuk kondisi harga jual, manajemen memilih untuk tidak mengubah harga jual. Hal ini imbas kondisi serapan konsumsi nasional yang diprediksi masih akan belum meningkat. "Kami tidak mau turunkan harga jual untuk tingkatkan market share. Kami usahakan market share akan sama seperti tahun lalu yakni sekitar 15%," jelasnya.
Proyeksi bisnis semen hingga Mei 2019 masih mengalami pasang surut yang mengakibatkan terhambatnya laju pertumbuhan volume penjualan dari target yang diharapkan. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatatkan penurunan volume penjualan semen sebesar 3.68%, dari pencapaian tahun 2018 sebesar 26.3 juta ton. menjadi 25.75 juta ton. Sementara total ekspor tumbuh 21.03% dibandingkan 2018 dari 2.06 juta ton menjadi 2.49 juta ton.
PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) sampai dengan Mei 2019, mengalami penurunan volume penjualan domestik sebesar 2.85 % dari pencapaian tahun 2018 sebesar 4.04 juta ton menjadi 3.92 juta ton. Sementara volume ekspor SBI mengalami penurunan 27% dari 287.000 ton menjadi 208.000 ton. Kinerja perseroan terlihat masih lebih baik dibandingkan industri secara keseluruhan.
Agung Wiharto, Direktur SBI menjelaskan sampai Mei 2019 utang perusahaan mencapai Rp 9 triliun. Utang tersebut merupakan bawaan dari Holcim dan utamanya berasal dari proyek pabrik di Tuban.
"Kita mau turunkan utang. Kami sedang cari cara terbaik salah satunya mungkin dengan cara obligasi," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News