kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Teriakan pengusaha hotel yang semakin tertekan


Minggu, 17 Januari 2021 / 20:46 WIB
Teriakan pengusaha hotel yang semakin tertekan
ILUSTRASI. Rata-rata okupansi hotel turun selama 5 tahun terakhir ini dari sekitar 70% menjadi 56%.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Secara terpisah, Sekretaris Jendral PHRI Maulana Yusran menjelaskan akibat PPKM yang kembali diterapkan pemerintah turut memberi andil terhadap tekanan okupansi. "Januari memang low season sehingga pasti terjadi penurunan, tetapi ditambah PPKM sehingga menambah penurunan okupansi," ujarnya saat dihubungi kontan.co.id secara terpisah.

Menurut Maulana, dalam kondisi normal rata-rata okupansi normal di low season berkisar 45%-50%. Sementara, saat ini rata-rata okupansi nasional di level 20%.

Terlebih saat ini juga ada permasalahan lainnya, yakni biaya perjalanan. Maulana menjelaskan untuk traveler yang menggunakan transportasi udara maka 2 hari sebelum keberangkatan perlu melakukan tes antigen sehingga biaya perjalanan meningkat. Oleh sebab itu, tingkat okupansi hotel-hotel luar Pulau Jawa jauh lebih tertekan.

"Berbeda jika untuk hotel-hotel di Pulau Jawa karena masih ada transportasi darat, makanya seperti Jakarta itu menjadi salah satu kontributor okupansi nasional karena masih cukup tinggi," tambah dia.

Baca Juga: Pembatasan kegiatan berbulan-bulan akibat corona, masih tetap ada pelanggaran

Seiring dengan tertekannya tingkat okupansi, harga kamar atawa average room rate (ARR) juga tertekan. Ia berujar saat ini untuk hotel bintang tiga ke atas memiliki ARR sekitar Rp 500 ribu atau turun 30%. Karenanya, saat ini yang bisa dilakukan pengusaha hotel dan restoran hanyalah bertahan melalui efisiensi biaya operasional.

"Sebetulnya kami sudah kehabisan strategi, sebab sejak tahun lalu kami sudah lakukan berbagai strategi untuk membuat pasar. Pertama yang telah kami lakukan dari pricing, sehingga ARR turun, tetapi timbul biaya traveling di biaya transportasi udara," jelasnya.

Ia melanjutkan, awal tahun ini kian berat lantaran bantuan seperti biaya listrik yang diterima pengusaha di tahun lalu sudah tidak ada lagi, termasuk relaksasi pajak. "Semua kembal normal sehingga sekarang makin berat," tandasnya.

Baca Juga: Karpet Merah untuk Investor, Seabrek Insentif di Daftar Positif Investasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×