kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terusan Suez tersendat, bagaimana dampaknya ke perdagangan dari Indonesia?


Minggu, 28 Maret 2021 / 20:26 WIB
Terusan Suez tersendat, bagaimana dampaknya ke perdagangan dari Indonesia?
ILUSTRASI. Terusan Suez. CNES/AIRBUS DS via REUTERS


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Insiden terjepitnya kapal Ever Given-Evergreen sejak Selasa (23/3) membuat Terusan Suez tersumbat. Perdagangan global pun ikut terhambat lantaran jalur pengapalan lewat Mesir itu memegang peranan penting bagi rute logistik dunia.

Sejumlah pemberitaan menyebutkan, sekitar 30% dari volume pengiriman peti kemas dunia melewati terusan sepanjang 193 kilometer tersebut. Jumlah itu sekitar 12% dari total perdagangan global.

Macetnya Terusan Suez dikabarkan membuat muatan kargo senilai US$ 9,6 miliar yang biasa melintasi Asia dan Eropa menjadi tertahan. Kerugian ditaksir mencapai US$ 400 juta per jam untuk barang yang tertunda.

Baca Juga: BI perkirakan inflasi Maret 2021 sebesar 0,08% mom

Pelaku usaha di Indonesia pun harap-harap cemas dan masih mengkalkulasikan dampak dari macetnya Terusan Suez. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Properti dan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar mengatakan, insiden tersebut bisa berdampak terhadap keterlambatan (delay) dan naiknya ongkos angkutan laut ke pasar internasional.

Terutama perdagangan ke Eropa, Afrika, dan Amerika Serikat yang selama ini menuju ke pantai timur Amerika. Pasalnya, Terusan Suez memangkas waktu hingga dua pekan pelayaran dari Asia ke Eropa atau sebaliknya, ketimbang harus memutari Afrika.

"Namun jika kemacetan berlangsung lebih dari 24 jam, maka perlu melewati jalur semenanjung Afrika sebagai alternatif. Pengalihan rute perdagangan melewati Tanjung Harapan akan menambah waktu tempuh perjalanan berkisar dua pekan," kata Sanny saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/3).

Menurut Sanny, dampak terhadap perdagangan Indonesia memang belum dapat digambarkan secara angka, baik persentase maupun nominal. Namun, dengan waktu tempuh yang semakin lama, biaya ekspedisi perjalanan kapal akan membengkak. Tambahan biaya terjadi akibat penambahan bahan bakar dan biaya kru kapal. Apalagi, harga minyak mentah berjangka juga sudah tersulut naik sekitar 6%.

"Dengan adanya kemacetan tersebut, kapal dari Indonesia bisa saja terkena imbas dari antrean itu. Kita semua tentunya berharap penyelesaian masalah akibat kapal ever green tersebut dapat dilakukan dengan cepat," imbuh Sanny.

Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri: Ekonomi AS pulih lebih cepat, jadi peluang bagi ekspor Indonesia

Dihubungi terpisah, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, tidak ada laporan Pelayaran Indonesia yang ikut antrean kemacetan di Terusan Suez. Kendati begitu, perlu dipetakan seberapa signifikan dampaknya terhadap keterlambatan ekspor komoditas Indonesia ke Eropa. 

Misalnya terhadap barang olahan kayu, mebel, olahan makanan, hingga tembakau. Di sisi lain, meski impor Indonesia dari Eropa hanya sekitar 8,5%, tapi arus barang impor dari Eropa juga mesti diperhatikan. Khususnya untuk produk seperti mesin mekanik, kimia organik, komponen kelistrikan, plastik, hingga komponen kendaraan.

"Mudah-mudahan cepat teratasi, karena owner/operator dan juga berbagai pihak sedang berupaya keras untuk refloat kapal tersebut dengan mengerahkan kapal salvage dan kapal keruk untuk menghisap pasir di bawah kapal," ungkap Carmelita.

Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal Toyota Motor Manufacturing Indonesia Bob Azzam menyatakan, sejauh ini belum ada dampak langsung kemacetan Terusan Suez untuk operasional Toyota di Indonesia.

Logistik Toyota, kata Bob, lebih banyak di kawasan Asia Pasifik, Timur Tengah dan Asia Selatan. Hanya sedikit yang ke Afrika, dan belum ada yang secara langsung ke Eropa. "Namun kita tahu, komponen dibuat secara global supply chain. Sejauh ini belum ada laporan impact-nya seperti apa," sebut Bob.

Dia memastikan, sampai akhir bulan ini ekspor ke Afrika dan Amerika Selatan dalam kondisi aman. Namun, untuk dua bulan ke depan, Toyota Indonesia akan melakukan simulasi risk port to port sebagai review terhadap dampak Terusan Suez. "Simulasi risiko dampak berantai untuk ke depan, mungkin ada logistik yang harus di-adjust," imbuh Bob.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tofan Mahdi juga memastikan, aktivitas ekspor kelapa sawit sebagai komoditas andalan Indonesia juga belum terkendala. "Sejauh ini tidak terpengaruh," ujarnya.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, secara keseluruhan, macetnya Terusan Suez belum berdampak signifikan terhadap perdagangan Indonesia. Menurutnya, dampak terhadap sektor, komoditas atau perusahaan pun akan berbeda.

Baca Juga: Prospek ekonomi AS gemilang, BI: Kesempatan emas bagi ekspor Indonesia

Sebagian besar pengangkutan ekspor atau impor menggunakan kargo lantaran secara biaya lebih murah dan efisien. Namun, perlu dipetakan terlebih dulu bagaimana jadwal pengangkutan masing-masing produk ekspor atau impor yang melewati Terusan Suez, terutama dari dan ke Eropa. 

"Perlu dilihat dulu, bagaimana jadwalnya, kapan dia peak, kapan kosong. Volume tentu berubah. Misalnya bulan-bulan awal tahun ini kosong, tapi menjelang triwulan dua dan tiga itu tinggi. Itu kan juga tergantung permintaan" ungkap Tauhid.

Hingga saat ini, pemerintah pun memang masih mengkalkulasi sejauh mana dampak dari macetnya Terusan Suez terhadap perdagangan (ekspor-impor) Indonesia. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi bilang, pihaknya masih melakukan konfirmasi bersama Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN). "Masih sedang dikonfirmasikan oleh Ditjen PEN," ujar Didi kepada Kontan.co.id, Minggu (28/3).

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor non-migas Indonesia per Februari 2021 ke Uni Eropa sebesar US$ 1,13 miliar. Sedangkan impor barang non-migas dari Uni Eropa senilai US$ 1,55 miliar. 

Selanjutnya: Austindo Nusantara Jaya (ANJT) alokasikan belanja modal Rp 620 miliar tahun ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×