Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) ternyata hingga saat ini masih belum juga mendapatkan ganti rugi dari Petronas akibat kondisi kahar di Lapangan Kepodang Blok Muriah. Total ganti rugi yang seharusnya sudah dibayar sesuai dengan mekanisme kontrak ship or pay antara Petronas kepada PGN mencapai sekitar US$ 32 juta.
Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN Dilo Seno Widagdo menyebut Petronas belum membayar kewajiban ganti rugi sesuai Gas Transportation Agreement (GTA). Dilo menyebut PGN akan menyelesaikan permasalah ganti rugi tersebut melalui jalur arbitrase.
"Petronas belum membayar sesuai ketentuan kontrak GTA. Ya kami lanjutkan ke arbitase,"kata Dilo kepada Kontan.co.id Jumat (22/6).
Menurut Dilo, jalur arbitrase harus ditempuh oleh PGN karena upaya yang telah dilakukan oleh perseroan untuk menuntut ganto rugi dari Petronas tidak membuahkan hasil. "Semua upaya di luar pengadilan sudah dicoba, sekarang kami tuntut ke pengadilan arbitrase,"tegasnya.
Pihak Petronas sampai saat ini masih bungkam terkait masalah pembayaran ganti rugi kepada PGN. Manager Corporate Affairs & Administration Petronas Carigali Andiono Setiawan tidak menjawab pesan singkat yang dikirimkan Kontan.co.id pada Minggu (24/6) terkait langkah PGN yang menuntut ganti rugi hingga pengadilan arbitrase.
Petronas pada tahun lalu memang telah menyatakan kondisi kahar di Lapangan Kepodang Blok Muriah. Makanya produksi lapangan Kepodang tidak sesuai dengan plan of development (POD) dan tidak mampu memenuhi pasokan gas kepada PGN sesuai GTA.
Dalam POD yang diajukan Petronas dan telah disetujui SKK Migas pada 2012 lalu, Lapangan Kepodang diproyeksi masih bisa berproduksi hingga 2026. Proyeksi tersebut sesuai dengan jumlah hidrokarbon di Lapangan Kepodang yang bisa diproduksikan menjadi gas sebesar 354 bscf.
Namun dari hasil perhitungan analisa Lemigas pada akhir 2017 lalu menunjukan cadangan gas in place di Lapangan Kepodang ternyata hanya mencapai 107 billions of standard cubic feet of gas (bscf). Sementara inhouse analysis Petronas hanya sebesar 94 bscf.
Makanya produksi gas Lapangan Kepodang tidak pernah sesuai target produksi. Dalam POD, produksi gas Lapangan Kepodang diperkirakan dapat mencapai 116 mmscfd, tapi saat ini produksi gas Lapangan Kepodang hanya berkisar 70-80 mmscfd.
PGN yang memiliki kontrak gas dengan Petronas di proyek pipa gas Kalija I juga tidak pernah mendapatkan pasokan gas sesuai GTA. Dalam kontrak, Petronas seharusnya menyalurkan jumlah gas ke Pipa Kalija I sebesar 104 mmscfd dari tahun 2015-2019 dengan ketetapan ship or pay. Ketentuan ship or pay yaitu bentuk penjaminan investasi yang harus dibayarkan.
Jika Petronas tidak menyalurkan gas ke KJG sebesar 104 mmscfd dari 2015 sampai 2019, maka Petronas harus membayar kepada KJG. Pada kenyatannya, realisasi penyaluran Petronas sejak 2015 hingga 2017 selalu dibawah 104 mmscfd.
Pada 2015, realisasi penyaluran gas ke KJG hanya sebesar 86,06 mmscfd. Realisasi penyaluran gas pada 2016 sebesar 90,37 mmscfd dan pada 2017 hanya sebesar 75,64 mmscfd. PGN pun menuntut Petronas untuk membayar selisih dari gas yang tidak disalurkan dengan nominal sekitar US$ 32 juta.
Pada Februari 2018 lalu, Petronas berusaha memberikan solusi untuk mengatasi kerugian akibat terjadinya kahar di Lapangan Kepodang. Petronas menawarkan untuk mengganti pasokan gas Kepodang dengan LNG. Petronas bahkan siap membangun FSRU di wilayah tersebut.
Tapi solusi Petronas tersebut baru berupa usulan. Pasalnya pemerintah sampai saat ini belum memutuskan solusi untuk mengatasi kondisi kahar Lapangan Kepodang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News